Suara.com - Anggota Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi tak banyak berkomentar usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut Tahun 2016. Sambil menerobos rombongan wartawan, dia hanya menyampaikan bahwa dirinya sudah bertemu dan diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya sudah ketemu pemeriksa dan sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan," katanya sambil bergegas ke mobil Kijang Inova pribadinya di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
Politikus Golkar tersebut tidak lagi meladeni pertanyaan wartawan terkait anggaran dari proyek tersebut. Dia pun tidak mengomentari terkait para tersangka yang sudah ditetapkan KPK dalam kasus tersebut.
Fayakhun diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan. Nofel adalah Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (12/4/2017) lalu karena diduga terlibat dalam korupsi proyek yang anggarannya
senilai Rp220 miliar tersebut.
Baca Juga: Mau Diperiksa KPK Kasus Bakamla, Fayakhun Diam Saja
Belum diketahui kaitan Fayakhun diperiksa dalam kasus ini. Diduga tugas Komisi I DPR yang membidangi pertahanan menjadi alasan KPK memeriksanya.
Kasus suap ini terbongkar ketika KPK menangkap tangan Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016 lalu. KPK juga menangkap Hardy Stefanus dan M. Adami Okta.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, Lembaga Antikorupsi mengamankan Rp2 miliar dalam bentuk mata uang Dollar AS dan Dolar Singapura dari tangan Eko. Uang tersebut diduga terkait pengadaan proyek tersebut.
Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah diduga sebagai sumber dana suap ini. Dia diketahui berencana mengakuisisi PT MTI yang memenangkan tender satelit monitoring.
EKo dan Nofel pun ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Baca Juga: Pimpinan KPK Surati Panglima TNI untuk Hadirkan Kabakamla
Sementara itu, Fahmi, Hardy dan Adami dijadikan tersangka pemberi suap. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.