Suara.com - Isu perombakan Kabinet Kerja dalam beberapa hari terakhir usai putaran kedua pilkada Jakarta berhembus semakin kencang. Pakar politik Salim Said memprediksi jika Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle, menteri yang paling potensial diganti adalah Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil.
"Jadi kalau anda tanya kira-kira menteri siapa yang akan dicopot, sebagai seorang ilmuwan politik, firasat saya menteri agraria itu akan dicopot," kata Salim dalam diskusi bertajuk Partai Politik dan Budaya Korupsi di Puri Denpasar Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (24/4/2017).
Prediksi Salim didasarkan pada posisi Sofyan yang sudah beberapakali digeser Jokowi.
Salim mengatakan reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden. Tentu saja Jokowi mengganti menteri atas dasar pertimbangan matang yang intinya untuk mendukung kinerja pemerintah.
"Perlahan-lahan itu kecerdasannya Jokowi. Ia melakukan reshuffle dan memilih orang-orang yang dia percaya sendiri. Apakah orang tersebut berhasil atau tidak itu soal lain, tapi bagi beliau itu adalah langkah beliau untuk menunjukkan I'm in command apakah dia berhasil atau tidak. Sebab ada orang yang sudah dipilih tapi dicopot lagi, seperti Rizal Ramli," kata guru besar Universitas Pertahanan.
Ketika ditanya siapa tokoh yang paling berpeluang menggantikan posisi Sofyan jika dicopot, Salim belum dapat memprediksi.
"Dan siapa yang menggantikan saya nggak tahu, yang jelas itu harus orang yang di mata Presiden Jokowi yang dukung dia, yang bisa kontrol. Karena orang-orang ini banyak menteri nggak kontrol," kata Salim.
Isu reshuffle kabinet menguat setelah di acara Kongres Ekonomi Umat yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia, Sabtu (22/4/2017), yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jakarta, Jokowi menyinggungnya.
"Kalau tidak selesai, ya, pasti urusannya akan lain. Bisa diganti. Ya, saya blak-blakan saja, dengan menteri juga begitu. Bisa diganti, bisa digeser, bisa dicopot, dan yang lain-lainnya," kata Jokowi.
Jokowi menargetkan Kementerian Agraria atau Badan Pertanahan Nasional mensertifikasi lima juta bidang tanah pada tahun 2017, naik menjadi tujuh juta sertifikat pada 2018, dan sembilan juta sertifikat pada 2019.
Jokowi mengatakan saat ini ada 126 juta bidang tanah. Dari jumlah tersebut, baru 46 juta bidang yang disertifikasi.