Suara.com - Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir mengatakan upaya untuk mendesak pemerintah mencopot Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatan gubernur Jakarta sudah dimulai sejak awal 2015. Tepatnya, tak lama setelah Ahok dilantik sebagai gubernur DKI menggantikan posisi Joko Widodo (Jokowi) yang terpilih menjadi Presiden ke-7 RI.
Guna menyukseskan rencana tersebut, dilakukan sebuah pertemuan di Hotel Sahid, Jakarta. Kata Bachtiar, pertemuan dihadiri oleh sejumlah tokoh politik dan ulama.
"Saya ingat awal 2015. Ketika itu masih teringat dengan pemimpin kafir. Langsung saja ya saya sebut dengan pemimpin kafir. Karena ayatnya jelas Qul yaa ayyuhaa alkaafiruun (Surat Al-Kafirun)," kata Bachtiar di acara Tabligh Akbar Umat Islam, Isra' Miraj Nabi Muhammad SAW dan tasyakuran kemenangan Anies-Sandi di Mesjid Albarkah As Syafiiyah, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (23/4/2017).
Pertemuan itu masih menggunakan nama Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). Dari Hotel Sahid, pertemuan rutin dilakukan tiap hari Jumat usai salat Subuh untuk terus menggalang dukungan.
Baca Juga: BMKG: Gempa di Tasikmalaya Tak Berdampak Kerusakan
"Saya pikir kalau kita menyerah dengan hitungan politik bisa musyrik kita semua. Percaya dengan 'naga sembilan' musyrik nggak? musyrik emangnya ada hewan namanya naga?," ujar Bachtiar.
Grup-grup kecil terbentuk. Beberapa aksi demonstrasi juga digelar di depan Balai Kota DKI setiap hari Jumat. Istilah yang digunakan mereka adalah membangun infrastruktur revolusi. Sebab, Bachtiar menilai banyak umat islam waktu itu yang mengikuti cara berpikir orang-orang munafik.
"Sampai kemudian Allah tolong kita membentuk Al Maidah ayat 51," kata Bachtiar.
Al Maidah ayat 51, adalah sebuah ayat di dalam Al Qur'an yang membahas larangan memilih pemimpin dari kalangan non-muslim. Ahok mengutip ayat tersebut saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016 sehingga dianggap menghina ulama dan Al Qur'an karena menyebutkan "jangan mau dibohongi pakai surat Al-Maidah 51, macam-macam itu".
Baca Juga: "Nggak" Berniat Ciderai Messi, Ramos Kecewa di Kartu Merah
Saat ini Ahok berstatus terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Sidangnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sudah digelar 21 kali atau mau masuk ke tahap pembacaan nota pembelaan atau pledoi. Jaksa sebelumnya menuntut Ahok dengan hukuman satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan.
Dari ucapan Ahok itu umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia datang ke Jakarta untuk melakukan aksi yang dikenal 411 (4 November 2016) dan 212 (2 Desember 2016). Setelah itu ada aksi-aksi susulan dengan massa yang hadir disebut 'alumni 212'. Dalam aksinya saat itu, mereka menuntut Ahok dihukum.
Anies-Sandi menang pilkada Jakarta 2017
Pasangan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno mampu menyingkirkan pasangan petahana Ahok dan Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI putaran kedua. Pasangan yang diusung Partai Gerindra dan PKS itu memperoleh suara besar meski hanya diusung dua partai politik.
"Alhasil dengan keterbatasan Alhamdulillah 19 April kemarin umat Islam menang signifikan di Jakarta," kata Bachtiar.
Menurut Bachtiar, kemenangan Anies-Sandi membuat masyarakat senang dan bisa tidur dengan nyenyak. Namun, kebahagian mereka tidak berlangsung lama karena sehari berikutnya jaksa penuntut umum hanya menuntut Ahok dengan pidana percobaan. Artinya, Ahok tidak perlu menghuni penjara selama satu tahun, asalkan dalam dua tahun ke depan Ahok berkelakuan baik.
Dalam tuntutannya, JPU tak menggunakan pasal 156a KUHP tentang penistaan agama karena Ahok dinilai tak memenuhi unsur niat dalam pasal tersebut. Dengan pertimbangan itu, jaksa menggunakan pasal alternatif kedua, yakni pasal 156 KUHP yang berbunyi "Barang siapa di muka umum menyatakan pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
"Walau baru mimpi enak satu malam, besoknya (20 April) sakit lagi. Karena tuntutan JPU ini ya (bisa dibilang) mau bebaskan. Setuju nggak dibebasin?," kata Bachtiar dilanjutkan teriak jamaah 'tidak'.
Menurut Bachtiar kemenangan Anies-Sandi sebagai bukti bangkitnya umat Islam untuk kepemimpinan di Indonesia. Dia juga berharap hal serupa terjadi di Pilpres 2019.
"19 April 2017 Allah buktikan. Kok (Anies-Sandiaga) bisa menang signifikan? Jakarta Barat basis dia (Ahok-Djarot) letoy, Jakarta Utara sasaran empuk dia kok bisa dimenangkan oleh pasangan calon nomor 3," ujarnya.
Lebih lanjut kata Bachtiar, semua orang heran dengan perolehan suara Anies-Sandi, termasuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Selisih suara yang dicapai cukup jauh.
"(Anies-Sandiaga) bisa memimpin tanpa harus melakukan politik uang. Sembako kalah dengan ideologi orang-orang masjid. Di sinilah uang orang 'naga sembilan', seperti uangnya Kanjang penipu Dimas. Takbir," katanya.
Sebelum mengakhiri kata sambutannya, Bachtiar mengatakan 'Langit Jakarta sempat dipenuhi kabut materialisme'. Dengan begitu tidak akan mungkin pasangan Anies-Sandiaga akan menang dengan pasangan calon yang didukung oleh penguasa. Namun, kata dia, atas kehendak Allah SWT, semua bisa berubah.
"Ternyata Allah datangkan tentara-tentaranya pasukan Al Maidah dari seluruh Indonesia ke Jakarta, mungkin salah satu kemenangan kita TPS dijaga oleh aparat. Tapi aparat menjaga gara-gara apa? Daripada dijaga sama relawan lebih baik dijaga sama apa? Tentara," katanya.