Ini Beberapa Faktor Tumbangnya Ahok-Djarot di Putaran Kedua

Sabtu, 22 April 2017 | 15:43 WIB
Ini Beberapa Faktor Tumbangnya Ahok-Djarot di Putaran Kedua
Pasangan calon Gubernur nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat bersama dengan partai pendukung memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu (19/4).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Konsultan Politik pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Eep Saefullah Fatah mengomentari kekalahan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI putaran kedua. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang menyebabkan kemenangan Ahok-Djarot pada putaran pertama direbut oleh Anies-Sandi.

"Pertama, terkarantinanya pemilih Basuki-Djarot. Jumlah pemilih tidak meningkat di putaran kedua, bahkan mengalami penurunan 14 ribu. Padahal ada sekitar 20 persen pendukung Agus-Sylvi yang berhasil direbut Basuki-Djarot.  Artinya, ketika suara agregat keseluruhan berkurang, berarti ada pemilih yang pergi, sehingga tidak membesar, tidak mengecil segitu-gitu aja," katanya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/4/2017).

Selain itu, faktor lainnya juga yang memenangkan pasangan nomor urut tiga tersebut adalah angka partisipasi warga DKI yang meningkat dari 77 ke 78. Namun, kata Direktur Polmark Indonsia itu, peningkatan  hanya terjadi di kubu Anies.


"Juga, apa yang terjadi di saat terakhir, 28 persen pemilih menentukan di masa tenang dan hari H. Suasana kolektif yang memengaruhi memori pada saat itu sangat penting,orang di Jakarta kalau lihat gambar, media, maka suasana kolektif yang terjadi saat itu adalah hujan sembako," kata Eep.

Dia menduga, sembako yang dibagikan oleh simpatisan Ahok-Djarot pada masa-masa tenang tersebut memberikan dampak negatif. Apalagi, pada saat itu, mereka membaginya dengan mengenakan identitas paslon.

"biasanya di tempat lain itu senyap, ini ditunjukkan identitas yang membagi. Ini harus jadi pelajaran, tidak benar itu demokrasi ditentukan duit, warga relatif otonom," katanya.

Tak hanya itu, faktor lain kata Eep adalah adanya perlawanan terhadap keunikan Tempat Pemungutan Suara atau potensi kejahatan pemilu. Kata dia, di Jakarta terdapat 1848 TPS yang terindikasi ada kejahatan pemilunya di putaran pertama.

"Pertama, pemilih tambahan. Ada 250 ribu DPTb  di putaran pertama dan terkonsentrasi di tempat-tempat di mana paslon tertentu menang besar, jadi bisa kita kaitkan. Kedua, suasana TPS dalam politik ada teori eye ball to eye ball confrontation atau konfrontasi bola mata, atau saling melotot," kata Eep.

Setelah melakukan pengawasan terhadap sejumlah TPS tersebut, jumlah suara Anies-Sandi semakin meningkat.

"Di banyak TPS yang 1848 itu, terjadi peningkatan kekuatan paslon nomor tiga, yang tadi nggak seimbang lebih seimbang, pengawasannya segala macem akibatnya tidak terjadi apa-apa itu, termasuk pemilih DPTb tidak lagi seperti putaran pertama," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI