Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI, Hetifah Syaifudian mengatakan, keterwakilan 30 persen (kuota) perempuan dalam daftar caleg DPR tergantung pada regulasi dan komitmen partai politik.
"Regulasi di UU Pemilu dan aturan lainnya harus sejalan, dan partai politik juga (harus) memiliki komitmen yang sama. Kalau partai politiknya tidak memiliki komitmen untuk menjalankan aturan tersebut, ya sulit," kata Hetifah dalam diskusi "Dialektika Demokrasi: Kartini Bicara Pemilu", di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Menurut Hetifah, dari hasil Pemilu Legislatif 2014, keterwakilan perempuan di DPR RI baru mencapai sekitar 18 persen dari kuota 30 persen yang diatur dalam UU Pemilu serta UU MD3. Keterwakilan perempuan di DPR RI, menurut dia, sangat diperlukan sebagai ide alternatif dalam memutuskan sebuah kebijakan sehingga ada aspek yang menyejukkan.
"Keberadaan perempuan di parlemen untuk mewarnai pengambilan keputusan pembuatan regulasi. Kalau semuanya laki-laki, maka akan sarat faktor intrik dan sebagainya," katanya.
Politisi Golkar ini menegaskan, kebijakan yang diwarnai usulan perempuan akan memiliki aspek keramahan. Lebih dari itu, menurutnya keberadaan perempuan di parlemen juga dapat memberikan kontribusi sumbang saran dan gagasan.
Hatifah kembali mengingatkan, meskipun dalam UU telah diberikan ruang 30 persen keterwakilan perempuan di DPR RI, tapi realitasnya baru tercapai sekitar 18 persen.
"Perlu ada kemudahan bagi perempuan untuk menjadi anggota DPR RI, seperti penempatan caleg di nomor urut pertama dan dari daerah pemilihan yang potensial terpilih," katanya. [Antara]