Warga Malaysia: Zakir Naik Punya Hak untuk Jadi Orang Idiot

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 20 April 2017 | 19:43 WIB
Warga Malaysia: Zakir Naik Punya Hak untuk Jadi Orang Idiot
Aktivis organisasi HAM Malaysia Bebas, Azrul Mohd Khalib (kiri). Zakir Naik (kanan). [FreeMalaysiaToday]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penceramah kontroversial Zakir Naik, kekinian tengah menjadi subjek berita panas di Malaysia. Sebab, meski kontroversial, banyak umat Muslim di negeri itu yang masih mendukung ajaran-ajaran Zakir.

Zakir, seperti dilansir laman Free Malaysia Today, Kamis (20/4/2017), kembali menjadi persoalan setelah pemerintah Malaysia memublikasikan Zakir mendapat status "penduduk permanen" di negeri jiran tersebut. Status itu sudah ia dapatkan sejak lima tahun terakhir.

Masyarakat, politikus, maupun pemerintah, tengah mengkaji ulang pemberian status tersebut, dan berupaya mendeportasi Zakir ke India agar bisa diadili dalam kasus kriminal maupun terorisme. Zakir sendiri kekinian berstatus buronan pemerintah India.

Deputi Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi mengatakan, status penduduk permanen itu diberikan oleh pejabat pemerintah sebelum dirinya.

Baca Juga: Menang di Laga Perdana, Pelatih Bhayangkara Tersenyum Puas

Selain persoalan status, Zakir kembali menjadi buah bibir lantaran organisasi politik sayap kanan Malaysia, Perkasa, pekan lalu memberikan penghargaan kepada Zakir yang dianggap berkontribusi terhadap perkembangan dakwah Islam.

Namun, organisasi nirlaba maupun mayoritas warga Malaysia mengecam pemberian penghargaan tersebut. Sebab, Zakir dinilai justru membuat citra Islam buruk.

"Zakir Naik dalam setiap dakwahnya selalu memosisikan umat Muslim sebagai pihak yang menjadi korban, dan mempromosikan xenopobia (takut berlebihan terhadap orang asing). Dia justru menyalahkan pihak dan umat lain, ketimbang melakukan otokritik," tutur pemimpin organisasi hak asasi manusia BEBAS, Azrul Mohd Khalib.

Ia mencontohkan, Zakir dalam sejumlah ceramahnya mengklaim peristiwa pengeboman menara kembar World Trade Centre (WTC) Amerika Serikat, 9 September 2001, adalah konspirasi negeri Paman Sam itu sendiri.

Menurut Zakir, kata Azrul, konspirasi itu dibuat sebagai legitimasi AS berperang melawan organisasi teroris Al Qaeda.

Baca Juga: Apa Kabar Kasus Al Khaththath?

"Padahal, dalam dokumentasi pemberitaan, Al Qaeda sudah menyatakan bertanggungjawab terhadap serangan tersebut," tukasnya.

Ia mengatakan, melalui dakwah yang terkesan ilmiah padahal dipenuhi kesalahan-kesalahan logika, Zakir terus berupaya menyebar pesan-pesan kebencian, klaim-klaim sepihak, dan memobilisasi orang agar bergerak sesuai kehendaknya.

Bahkan, Azrul menyamakan Zakir dengan gembong organisasi militan Indonesia "Jemaah Islamiah", yakni Abu Bakar Ba'asir.

Namun, Azrul menegaskan Zakir memunyai hak untuk mengungkapkan apa pun pikiran dan opininya kepada masyarakat.

"Dan, dia memunyai hak untuk menjadi idiot. Karenanya pula, menjadi hak masyarakat untuk memosisikan dirinya seperti orang pinggiran dalam kehidupan," tuturnya.

Takut Pulang

Sebelumnya diberitakan, Zakir mangkir dari perintah pengadilan India, untuk menjalani pemeriksaan atas tuduhan mendukung terorisme. Zakir menegaskan mau tetap bertahan di Malaysia, dan ogah pulang ke tanah airnya. 

Zakir dijadwalkan diperiksa pengadilan India, Senin (16/4/2017) awal pekan ini. Namun, Zakir ogah pulang karena takut disiksa.

“Saya tidak mau pulang, saya takut disiksa. Saya sudah sampaikan, saya mau diperiksa asalkan melalui telekonferensi seperti Skype, telepon, atau konferensi video,” kata Zakir.

Meski takut dideportasi dan mengaku takut disiksa, Zakir justru menantang pemerintah India mencarinya di Malaysia.

Tantangan tersebut dilontarkan Zakir yang disebut banyak pihak sebagai pseudo-saintis (berlagak ilmuwan), setelah pemerintah India meminta Interpol untuk menginvestigasi dirinya.

Untuk diketahui, Zakir kekinian masih berstatus buronan oleh pemerintah India. Sebab, Islamic Research Foundation (IRF) yang dipimpinnya diduga melakukan aksi kriminal dan erat terkait terorisme.

Pemerintah India sendiri melarang IRF melakukan segala aktivitas untuk masa lima tahun ke depan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI