Suara.com - Komisi III DPR sedang menggulirkan usulan penggunaan hak angket untuk meminta komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi membeberkan rekaman pemeriksaan terhadap anggota Komisi V DPR dari Fraksi Hanura Miryam S. Haryani dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Miryam ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam upaya pengungkapan kasus dugaan korupsi e-KTP pada Kamis (5/4/2017).
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan langkah menggulirkan hak angket bukan upaya mencampuri proses hukum di KPK.
"Kalau DPR tidak ada istilah intervensi, karena dalam fungsi pengawasannya kami boleh melakukan apa saja," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di DPR, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
"Jadi saya kira itu positif dan sebagaimana semboyan KPK kalau kita jujur maka kita hebat sehingga tidak perlu takut," Fahri menambahkan.
Politikus yang dipecat Partai Keadilan Sejahtera tersebut menambahkan ide penggunaan hak angket bukan terbatas pada kasus Miryam, tapi juga untuk penanganan kasus-kasus oleh KPK yang dianggap bermasalah.
"Bukan ini bukan soal Miryam ini soal umum soal penegakan hukum secara umum bukan soal kasus per kasus. Ini hasil dari rapat komisi yang merupakan mandat dari rapim, bamus waktu itu jadi ya kasusnya itu banyak dan akhirnya yang mau diinvestigasi itu banyak," kata Fahri.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menambahkan usulan penggunaan hak angket merupakan kesimpulan rapat Komisi III DPR.
Itu sebabnya, kata Fadli, usulan tersebut merupakan sudah melalui proses yang benar. Apalagi, kata dia, DPR memiliki fungsi mengawasi pemerintah.
"Yang menjadi aneh adalah kalau selama periode DPR tidak ada hak angket, tidak ada hak bertanya dan tidak ada hak menyatakan pendapat," kata dia.
Wakil Ketua DPR dari Demokrat Agus Hermanto mempersilakan bila anggota dewan menggulirkan hak angket. Pasalnya, hak angket merupakan kewenangan DPR yang sudah diatur UU.