Suara.com - Aksi anggota Polres Lubuklinggau, Sumatera Selatan, yang menembaki mobil berisi satu keluarga di Jl HM Soeharto, Selasa (10/4/2017), dianggap cerminan budaya kepolisian yang masih mengedepankan upaya represif.
"Pendekatannya itu pendekatan kekerasan. Polisi seperti di Lampung, begal-begal ditembak mati kemudian mayatnya difoto, itu kan pendekatan kekerasan," kata Dosen Program Pascasarjana Kajian ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar, Kamis (20/4).
Bambang meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa mengubah budaya kekerasan yang masih mewabah di institusi itu kala penegakkan hukum.
Baca Juga: Ini Permintaan Menteri Airlangga untuk Gubernur Baru Jakarta
"Itu harus diubah. Presiden Joko Widodo juga harus memberikan instruksi ke Kapolri 'jangan menggunakan kekerasan, apalagi represif dalam menegakkan hukum.’ Tapi gunakan pendekatan preveentif," pintanya.
Ia mengkhawatirkan, kalau pola kekerasan masih terus dilakukan, tidak menutup kemungkinan kasus serupa bisa kembali terulang pada masa depan.
Dia juga berharap Polda Sumsel mengusut peristiwa ini hingga tingkatan yang paling atas. Sebab, Bambang menganggap Kapolres Lubuklinggau Ajun Komisaris Besar Hajat Mabrur Bujangga bertanggungjawab atas penembakan yang dilakukan anak buahnya.
"Dari bawahan ya diusut, kapolresnya diusut. Kalau ada kesalahan ya ditindak atau dicopot," katanya.
Lebih lanjut, dia meminta bisa dikenakan sanksi terberat kepada anggota polisi yang terbukti terlibat dalam kasus penembakan satu keluarga tersebut.
Baca Juga: 'Razia Berdarah' Lubuklinggau, Dosen UI: Polisi Salahi Prosedur
"Iya diberikan sanksilah. Kalau ada kesalahan ya harus diproses," kata dia.