Suara.com - Aksi brutal aparat kepolisian yang menembaki mobil warga di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, Selasa (10/4/2017), yang menewaskan satu penumpang dan turut melukai seorang balita, terus menuai kecaman.
Terbaru, Akademisi Program Pascasarjana Kajian ilmu Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar menyayangkan tindakan tersebut.
Menurutnya, polisi cenderung terburu-buru mengambil keputusan dengan memberondong tembakan karena dugaan mobil tersebut melakukan pelanggaran hukum.
Baca Juga: Gerindra Nilai Ahok Kalah di Pilkada Juga Hukuman
"Kalau dilihat di Lubuklinggau itu, kan terlalu cepat dia (polisi) mengambil kesimpulan, apakah itu perampok atau bukan. Padahal itu orang mau menghadiri pesta pernikahan, kemudian ada pelanggaran lalu lintas, namun polisi terlalu reaktif sampai menembak," kata Bambang saat dihubungi, Kamis (20/4).
Seharusnya, kata dia, polisi bisa menahan diri apabila dalam kondisi terancam. Penembakan terhadap mobil bernomor polisi BG 1488 ON tersebut, dilakukan saat Polres Lubuklinggau menggelar Operasi Cipta Kondisi.
Polisi mengklaim, mobil itu dihujani tembakan karena ingin menambrak beberapa anggota polisi saat dihentikan.
"Tidak boleh ditembak. Polisi itu boleh menembak, kalau jiwanya terancam. Kalau tidak terancam, ya tidak boleh dilawan. Kalau orang lari ya tidak boleh dilawan," terangnya.
Akibat tindak yang sangat reaktif itu, dia menganggap polisi telah menyalahi prosedur. "Betul, betul (ada kesalahan prosedur)," kata Bambang.
Baca Juga: Menperin Minta AS Produksi Produknya di Indonesia
Akibat insiden itu, satu korban bernama Surini (54) meninggal dunia dan lima lainnya mengalami luka-luka, termasuk seorang balita.