Suara.com - Ketua panitia lelang proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik periode 2011-2012 Drajat Wisnu mengakui ada ketidakadilan dalam proses lelang. Hal itu disampaikan Drajat ketika bersaksi di muka persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Kamis (20/4/2017).
"Saudara saksi, apakah proses pelelangan proyek ini sudah dilakukan secara fair?" kata jaksa Abdul Basir.
"Tidak (fair) bapak. Terus terang tidak (fair)," Drajat menjawab.
Ketidakadilan yang dimaksud Drajad yaitu terdakwa Irman pernah memintanya untuk memenangkan konsorsium PNRI dalam proses lelang.
"Pada prinsipnya memang pada saat itu ada arahan dari pimpinan kami untuk mengawal konsorsiuam tertentu dalam pelelangan ini," katanya.
Drajad yang merupakan bawahan, ketika itu pun memenuhi permintaan Irman. PNRI ditunjuk menjadi konsorsium yang memenangkan lelang. Selain PNRI, akta dia, juga ada PT. Murakabi dan Astra Graphia IT atau Biz Consultan Division.
"Ini yang nanti pelaksana itu (proyek e-KTP) adalah perusahaan BUMN. Jadi proyek ini, karena dikerjakan oleh perusahaan negara juga. Tiga konsorsium yang diminta adalah PNRI, Astra Graphia IT, dan PT. Murakabi," kata Drajat.
Tapi, kata Drajad, semua ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dipenuhi.
"Ya, pada prinsipnya kami mengikuti ketentuan peraturan presiden Nomor. 54 Tahun 2010, sudah kita laksanakan," kata Drajat.
Dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, KPK sudah menetapkan empat tersangka: Irman, Sugiharto, Andi Narogong, dan Miryam S. Haryani. Miryam menjadi tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu. Berkas Irman dan Sugiharto sudah disidang di pengadilan.