Menjelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta Rabu (19/4/2017) iklim politik di Ibu Kota makin dinamis. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengingatkan para jurnalis dan pengelola media untuk tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik di tengah berseliwerannya informasi, grafis, dan video yang belum teruji akurasinya, propaganda dan hoax, serta kampanye hitam pilkada di media sosial dan grup WhatsApp.
"Godaan untuk menelan mentah-mentah informasi yang belum diuji makin besar di tengah iklim persaingan media yang begitu ketat," kata Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim di Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Menjelang pencoblosan calon gubernur dan calon wakil gubernur di Ibu Kota, AJI Jakarta mengimbau para jurnalis dan media untuk memelihara nalar kritis dan bersikap adil dalam aktivitas jurnalistik saat meliput pemilihan gubernur mulai hari pencoblosan, perhitungan suara sampai penetapan calon gubernur terpilih.
"Selain itu, kami mengimbau jurnalis dan media untuk selalu menunjung tinggi independensi. Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik menyatakan jurnalis Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain," ujar Hasim.
Baca Juga: AJI Jakarta Desak Polisi Usut Lelaki yang Meludahi Jurnalis NET
Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung juga menegaskan bahwa bahwa jurnalis bekerja untuk kepentingan publik, bukan bekerja untuk kepentingan calon yang sedang bertarung untuk merebut kursi DKI-1 dan DKI-2. Selain berperan informatif dan edukatif, media juga pengawas proses pemilihan kepala daerah. "Karena itu, kami mengingatkan jurnalis untuk memverifikasi atas informasi dan isu yang diterima atau diperoleh para jurnalis yang terkait Pilkada DKI Jakarta. Pasal 3 Kode Etik menyatakan jurnalis Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah," jelas Erick.
AJI Jakarta juga mengimbau jurnalis untuk menghindari tindakan-tindakan yang berpotensi penyalahgunaan profesi. Pasal 6 Kode Etik menyatakan jurnalis Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Adapun definisi suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Erick juga mengimbau jurnalis tidak menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi. Pasal 8 Kode Etik menyatakan jurnalis tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
"Semoga jurnalis Indonesia makin kencang mendorong publik makin cerdas dan kritis," tutup Erick.