Surat Suara yang Rusak Diperlakukan Seperti Ini Oleh Sumarno

Selasa, 18 April 2017 | 19:38 WIB
Surat Suara yang Rusak Diperlakukan Seperti Ini Oleh Sumarno
Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) melakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta di Kantor Kecamatan Jagakarsa, Jakarta, Kamis (16/2).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta memusnahkan 6.943 surat suara yang rusak maupun sisa di halaman kantor KPUD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (18/4/2017).

Pemusnahan surat suara yang tak terpakai dipimpin Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno disaksikan para saksi dari kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, badan pengawas pemilu Jakarta, dan aparat kepolisian.

Surat suara yang sudah tak terpakai tersebut dimasukkan ke dalam tong besar sebelum dibakar.

"Seperti kami tahu bahwa pada saat KPU menerima surat suara dari percetakan itu dilakukan sortir. Surat suara yang baik dan surat suara yang rusak, surat suara yang rusak itu juga dikumpulkan, begitu juga surat suara yang berlebih," kata Sumarno.

Surat suara tersebut berasal dari Jakarta Timur sebanyak 790 surat, Jakarta Barat sebanyak 1,183 surat, Jakarta Selatan sebanyak 3,683 surat, Jakarta Utara sebanyak 1,144 surat, Jakarta Pusat sebanyak 66 surat, Kepulauan Seribu sebanyak 77 surat.

"Semua kerusakan surat suara bervariasi. Ada yang potongannya tidak simetris, ada juga yang sobek. Ada juga surat suara yang bagus tapi melebihi dari jumlah yang ditentukan," ujar Sumarno.

Komisioner KPUD Betty Idroos menambahkan untuk perhitungan surat suara pada putaran kedua nanti sama seperti pada putaran pertama.

"Itu masih seperti biasa berjenjang dulu, direkap di tingkat kecamatan selama lima hari. Baru nanti direkap ke tingkat kabupaten atau kota, baru kemudian di tingkatan provinsi," kata Betty.

Betty mempersilakan lembaga survei menyelenggarakan quick count atau hitung cepat. Dia berharap prosesnya tetap mengedepankan kaidah.

"Ya, kalau lembaga survei tentu bekerja seharusnya secara akademis terukur apa yang ingin dilakukan. Seperti, margin errornya berapa, metodenya seperti apa, sumber datanya dari mana, bagaimana cara memperoleh data," ujar Betty.

Jika ada masyarakat yang menemukan lembaga survei melanggar kode etik, dipersilakan lapor ke KPUD.

"Ya, pastinya lembaga survei tidak akan sembarangan kalau bicara tentang itu. Jadi, tergantung saja bagaimana cara mereka mendapatkan data, sumber datanya seperti apa, lalu bagaimana cara mereka mengolah data. Metodologi tentu itu sudah diatur sendiri," kata Betty.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI