Suara.com - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, mengajak para cendekiawan untuk berani dan jujur melihat persoalan ekonomi yang tengah mendera bangsa Indonesia saat ini.
Hal itu disampailan Prabowo saat menjadi pembicara dalam dialog bertajuk "Kepemimpinan Bangsa yang Bermartabat dan Berkeadilan", yang diselenggarakan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), di Jakarta, Senin (17/4/2017) malam.
"Saya mohon cendekiawan punya keberanian dan kejujuran hati. Katakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah. Berani melihat fakta, jangan tunggu pihak asing mengajarkan kita," kata Prabowo.
Prabowo menjelaskan bahwa dirinya bukanlah ahli ekonomi. Namun sebagai mantan prajurit militer, dia mengaku dirinya dekat dan sudah lama mempelajari pertahanan negara.
Dalam studi pertahanan yang dilakoninya, Prabowo mengaku menemukan dua kesimpulan besar. Yang pertama adalah bahwa faktor utama pertahanan negara terletak pada kekuatan ekonomi. Kedua, setiap peperangan selalu bermuara pada perebutan sumber daya alam.
"Amerika Serikat masuk ke Irak katanya untuk membawa demokrasi, tapi kenapa dia tidak mikir masuk ke Zimbabwe yang tidak demokratis? Itu karena Zimbabwe tidak ada minyak. Saya pelajari perang. Saya dapat pencerahan bahwa pertahanan tidak bisa tanpa ekonomi, dan ternyata benar," kata Prabowo.
Berbicara tentang perekonomian nasional sebagai landasan pertahanan bangsa, Prabowo menyampaikan bahwa filosofi ekonomi yang dianut bangsa Indonesia selama ini bertentangan dengan Pancasila. Dia pun mempertanyakan sekaligus mengaku sedih, mengapa ahli ekonomi dan para guru besar tidak mau mengungkap hal tersebut.
"Tapi alhamdulillah, setelah sekian belas tahun, akhirnya saya dipanggil tokoh-tokoh FE UI, dan mereka mengakui apa yang saya sampaikan benar. Bahwa ekonomi neoliberal (adalah) sebuah sistem yang salah," ujar dia.
Menurut Prabowo, ekonomi neoliberal salah satunya membicarakan indeks saham. Namun jika dilihat, pemilik saham di Indonesia hanyalah segelintir orang saja. Selain itu, kata dia, indeks saham bisa diatur sedemikian rupa.
"Saham bisa digoreng. Menipu orang-orang kecil," kata Prabowo.
Prabowo menekankan bahwa dirinya telah mengeluarkan sebuah buku berisi hasil rangkuman pidatonya belasan tahun terakhir dan rangkuman buku-bukunya terdahulu. Dalam buku baru ini, dirinya ingin mencoba mengemukakan fakta tentang persoalan perekonomian nasional.
"Dalam buku ini, semua angka-angka dan data saya pakai. Ada angka dari Republik Indonesia, PBB dan Bank Dunia. Waktu saya bicara itu, saya dikucilkan, dibilang orang gila, dibilang tidak ngerti ekonomi," jelas dia.
Namun intinya, kata dia, ada fenomena kejanggalan di mana Indonesia sebagai negara keenam terkaya di dunia dari segi sumber daya alam, namun masyarakatnya miskin. Dia menemukan fakta bahwa kekayaan Indonesia tidak tinggal di Indonesia sejak ratusan tahun.
Dia mencontohkan Indonesia memiliki bauksit sebagai bahan baku alumina pembuat alumunium untuk keperluan pembuatan kendaraan bermotor hingga pesawat. Namun mirisnya, Indonesia tidak punya kendaraan buatan lokal.
Artinya, kata dia, Indonesia menjual bahan mentah secara murah ke bangsa lain untuk keperluan pembuatan kendaraan, lalu kendaraan itu dijual ke Indonesia.
"Artinya, bangsa Indonesia mensubsidi bangsa-bangsa lain. Selama 70 tahun merdeka harus diakui kita bangsa yang tidak pandai, atau bisa dibilang kurang pintar. Saya takut bicara lebih jujur dari itu," kata dia.
Lebih jauh, Prabowo mengatakan bahwa dalam dunia kedokteran, jika ada seseorang menderita sakit maka seorang dokter akan melakukan diagnosa. Namun dalam konteks negara Indonesia, Prabowo menyesalkan elite politik Tanah Air justru tidak mengerti bangsanya sedang sakit.
"Saya sudah angkat tangan dengan elite politik kita. Saya selama ini banyak turun ke bawah menemui kepala-kepala desa, petani-petani. Mereka susah," jelas dia.
Prabowo pun mengemukakan bahwa pada Maret 2016, Bank Dunia mengeluarkan data semakin melebarnya ketimpangan di Indonesia. Dalam kondisi seperti itu, menurutnya, sulit mendapatkan pemimpin bermartabat dan berkeadilan karena semuanya akan diukur dengan uang.
"Makanya saya mohon (agar) cendekiawan punya keberanian dan kejujuran hati," tegasnya. [Antara]