Suara.com - Umat Hindu Dharma di Bali merayakan Hari Suci Kuningan, rangkaian Hari Raya Galungan yang bermakna memperingati Kemenangan Dharma (kebaikan) melawaan Adharma (keburukan), Sabtu (15/4/2017).
Hari suci Kuningan tersebut dirayakan sepuluh hari setelah hari Galungan, umat Hindu menghaturkan sesaji (sesajen) di Pura maupun di merajan, tempat suci milik masing-masing keluarga.
Mengenakan busana adat Bali, umat Hindu di kota Denpasar dan sekitarnya setelah melakukan persembahyangan di tempat suci keluarga melakukan kegiatan yang sama di Pura Jagatnatha di jantung Kota Denpasar.
Sebagian besar masyarakat melakukan hal yang sama ke Pura Sakenan, Kelurahan Serangan, 12 km arah selatan kota Denpasar.
Baca Juga: Rusia Akan Boikot Kompetisi Eurovision di Ukraina
Hari Raya Kuningan yang jatuh bertepatan dengan ritual besar (piodalan) di Pura Sakenan. Persembahyangan berlangsung sejak pagi hingga sore hari.
Pihak panitia dan bendesa adat Serangan menerapkan antrian masuk ke mandala utama (areal utama) pura, kepada masyarakat yang akan mengikuti persembahyangan agar upacara berjalan tertib dan khusyuk.
Pura Sakenan, salah satu Pura "Sad Kahyangan" (pura besar) memiliki keunikan dan keistimewaan dibanding tempat suci lainnya di Pulau Dewata, yakni terdapat "Persada" berupa bangunan yang bertingkat-tingkat seperti limas.
Menurut sejarah Pura Sakenan dibangun oleh Asthapaka, seorang pendeta Budha. Hal itu dilakukan karena sang pendeta kagum akan keindahan laut terpadu dengan keindahan daratan.
Sang pendeta merasakan kekuatan suci di tempat tersebut, sehingga sangat baik untuk memuja Tuhan demi keselamatan dan kesejahteraan umat manausia.
Baca Juga: Tren Baru, Mantan Suami Istri Tinggal Serumah
Menurut Akademisi Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Prof Dr Drs Made Surada MSi perayaan Hari Suci Kuningan merupakan momentum instrospeksi diri untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan.