Chairil Anwar merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai Bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.
Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya, namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apa pun, sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.
Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda.
Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah dan telah bertekad menjadi seorang seniman.
Dalam usia 19 tahun (setelah perceraian orang tuanya), Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta), di mana ia berkenalan dengan dunia sastra Indonesia.
Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.
Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron.
Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
Baca Juga: Puncak Macet, Polisi Sarankan Jangan Lewat Jalur Alternatif
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan puisinya yang berjudul Nisan pada tahun 1942. Saat itu ia baru berusia 20 tahun.