Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta mengecam tindakan kekerasan yang menimpa jurnalis NET TV Haritz Ardiansyah di lokasi liputan di Jalan Kemang Raya Jembatan Krukut, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Rabu (12/4/2017). AJI mendesak Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan segera mengusut kasus ini hingga tuntas dan menjerat pelakunya ke pengadilan.
“Polisi harus serius mengusut kasus ini agar kekerasan terhadap jurnalis tidak berulang di masa depan. Kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran hukum dan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Jika polisi serius, kasus ini tidak sulit diusut apalagi sudah diketahui nomor polisi kendaraan pelaku,” kata Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim di Jakarta, Rabu (12/4/2017).
AJI mendesak kepolisian bertindak cepat dalam kasus ini agar pelaku tidak menghilangkan barang bukti.
Menurut AJI Jakarta intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang liputan melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Jurnalis bekerja dilindungi undang-undang dan mereka bekerja untuk kepentingan publik.
Dalam enam bulan terakhir, AJI Jakarta mencatat setidaknya 9 jurnalis di Jakarta menjadi korban kekerasan dan tak satupun pelaku kekerasan yang diadili. Kekerasan berulang ini terjadi karena polisi tidak serius mengusut pelaku kekerasan.
“Kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman terhadap kebebasan pers,” kata Nurhasim.
“Kekerasan adalah teror kepada jurnalis, siapapun pelakunya,” Nurhasim menambahkan.
Kasus kekerasan terbaru terjadi pada Rabu dinihari sekitar pukul 00.30 di Jalan Kemang Raya Jembatan Krukut. Haritz Ardiansyah yang malam itu memakai seragam NET tengah meliput peristiwa banjir.
Dia mengambil gambar jalanan, lalu lintas, kendaraan yang terkena banjir dan yang mogok.
Saat sedang mengambil gambar mobil Mini Cooper (nomor polisi B 909 JCW) yang tengah mogok, tiba-tiba seorang yang sedang di dekat mobil tersebut menghampiri Haritz dan memukul wajahnya bagian kiri.
Dia juga meludahi Haritz. Pelaku mengatakan tidak suka diambil gambarnya.
Haritz mencoba berdamai dan akan menghapus gambar bagian mereka. Saat sedang menghapus, tiba-tiba pelaku merampas kamera dan terjadi tarik-tarikan yang berakibat patahnya viewfinder kamera.
Pelaku kemudian juga memukul mobil peliputan NET hingga penyok. Selain mobil Mini Cooper, juga ada Pajero yang masuk rombongan tersebut (nomor polisi B 909 JAA).
Teman-teman pelaku kemudian melerai. Haritz dan sopir NET kemudian melapor ke Polres Metro Jakarta Selatan. Ketika polisi dan pengemudi NET kembali ke lokasi, mobil tersebut sudah tidak ada.
Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung jurnalis memajukan demokrasi dengan menyajikan informasi yang akurat kepada masyarakat. Bila dihalang-halangi, apalagi dipukuli, jurnalis tidak bisa bekerja dengan aman untuk mengambil gambar.
Karena itu pelaku kekerasan melecehkan profesi jurnalis yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Pasal 8 menyatakan jurnalis mendapat perlindungan hukum selama kegiatan jurnalistik: mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik. Pers juga berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial.
Selain bisa dijerat dengan pasal pidana KUHP, menurut Erick, pelaku kekerasan terhadap jurnalis dapat dijerat Pasal 18 UU Pers karena mereka secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik. Ancamannya hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.
“Kami minta masyarakat tidak menjadikan jurnalis sebagai sasaran kekerasan,“ kata Erick.
“Bila ada masalah selesaikan secara beradab, bukan main pukul sendiri,” Erick menambahkan.