Suara.com - Jaksa Agung M Prasetyo menepis tuduhan sidang kasus penodaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ditunda karena adanya intimidasi dan tekanan politik menjelang putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang bakal digelar, Rabu (19/4/2017) pekan depan.
Tudingan itu muncul setelah majelis hakim memutuskan sidang tersebut ditunda hingga sehari setelah hari pencoblosan pilkada, persisnya Kamis (20/4).
"Sama sekali tidak ada intimidasi dan tekanan politik. Penundaan itu murni karena jaksa penuntut umum (JPU) memerlukan tambahan tenggat waktu untuk merampungkan berkas tuntutan terhadap terdakwa. Jadi, semata karena masalah teknis dan yuridis,” tegas Prasetyo dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, Rabu (11/4).
Ia juga menegaskan, penundaan sidang itu juga bukan karena mendapat rekomendasi dari Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan.
Baca Juga: Alasan KPK Mendadak Pindahkan Novel Baswedan ke Singapura
Meski begitu, Prasetyo mengakui rekomendasi Polda Metro Jaya patut dipertimbangkan demi menjaga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
"Surat Kapolda Metro Jaya itu tidak bisa menjadi alasan yuridis serta tak dapat menjadi dasar atau pertimbangan hukum untuk memutuskan dikabulkan atau tidaknya penundaan sidang penjadwalan ulang pembacaan tuntutan oleh JPU," ujarnya.
Prasetyo mengatakan, penanganan kasus Ahok yang juga berstatus Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua itu menimbulkan kekisruhan yang nyaris tidak terkendali.
Karenanya, kata Prasetyo, perlu diatur dan ditangani secara arif agar tidak semakin berkembang ke arah yang tidak diharapkan. Bahkan, bukan tidak mungkin penanganan kasus yang salah dapat mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa.
"Dalam menghadapi situasi ini hukum dan penegakan hukum diuji dan dituntut untuk menciptakan keadilan, kepastian, dan juga memberi manfaat," terangnya.
Baca Juga: Baru Sehari Dirawat, Kenapa Novel Mendadak Dibawa ke Singapura?
Prasetyo juga mengakui, pro dan kontra terus bermunculan selama proses persidangan terdakwa Ahok. Sebabnya, terdapat pihak yang saling berhadapan dan saling membawa kepentingan dan kebenaran sendiri-sendiri.
Karenanya, ia memprediksi apa pun keputusan pengadilan nantinya pastilah memunculkan sikap yang berbeda-beda di setiap kubu pro maupun kontra.
"Karenanya, segala keputusan yang dibuat nantinya semata-mata haruslah mengangkat berbagai realitas dan kebenaran fakta yang ditemukan. Semua harus dinilai secara objektif, profesional, dan proporsiaonal," tandasnya.