Suara.com - Partai Golongan Karya (Golkar) santai menanggapi pucuk pemimpinnya, Setya Novanto, dicegah dan ditangkal (cekal) Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga tak bisa bepergian ke luar negeri.
Pencekalan itu erat terkait penyidikan KPK terhadap kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Dalam proses hukum di mana pun, pencekalan itu biasa. Sebab, yang bersangkutan harus tetap ada apabila penegak hukum membutuhkan informasi atau pemeriksaan. Jadi, bukan hal yang sangat luar biasa," kata Idrus di DPR, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Idrus mengatakan, yang terpenting adalah Novanto selama ini bersikap kooperatif untuk memenuhi undangan pemeriksaan dari KPK dan pengadilan.
Baca Juga: Johan Budi: KPK Sering Mendapat Intimidasi
Untuk diketahui, kebijakan cekal terhadap Novanto diakui oleh Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ronny F Sompie.
”Benar, kami telah mencekal Ketua DPR Setya Novanto untuk bepergian ke luar negeri. Itu setelah kami mendapat surat permintaan pencekalan dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ungkap Ronny, Selasa (11/4/2017).
Dia mengatakan, pencekalan Setnov tersebut efektif sejak Senin (10/4/2017), bersamaan dengan penerimaan surat permohonan cekal yang diterbitkan KPK.
Mantan Kapolda Metro Jaya tersebut mengatakan, nama Setnov kekinian sudah masuk dalam sistem informasi peringatan yang terkoneksi ke seluruh kantor keimigrasian seluruh Indonesia.
"Sesuai permohonan KPK, upaya pencekalan terhadap Setya Novanto diberlakukan hingga enam bulan ke depan,” tuturnya.
Baca Juga: Kecewa Sidang Ahok Ditunda, Pelapor: Ini Sudah Diatur!
KPK belum mau menjelaskan alasan persis pencekalan Setnov. Namun, diduga, pencekalan itu terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.