Begini Kronologi Aksi Polisi Tampar Buruh Perempuan di Tangerang

Senin, 10 April 2017 | 18:43 WIB
Begini Kronologi Aksi Polisi Tampar Buruh Perempuan di Tangerang
Amelia Yanti Siahaan Usai Melapor Kasus Penganiayaan ke Propam Polda Metro Jaya, Senin (10/4/2017). (suara.com/Agung Shandy Lesmana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Jenderal Gerakan Serikat Buruh Indonesia, Emilia Yanti Siahaan melaporkan kasus penganiayaan Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan Polres Metro Tangerang Kota Ajun Komisaris Besar Danu W Subroto ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya, Senin (10/3/2017).

"Mereka menerima laporan kami untuk memperkuat bukti-bukti, keputusan, dan kebijakan yang diambil Kabid Propam," kata Yanti usai membuat laporan.

Dalam laporannya itu, Yanti menjelaskan kronologi sebelum terjadi penamparan oleh AKBP Danu kepada pihak Propam. Kejadian penganiayaan tersebut ketika Yanti beradu argumen dengan AKBP Danu saat polisi membubarkan massa pendemo dari Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) yang menuntut pemenuhan hak-hak 1.300 pekerja yang dipecat (PHK) sepihak oleh PT Panarub di Tugu Adipura Kota Tangerang, Banten, Minggu (9/4/2017) kemarin.

"Kalau tadi sebetulnya lebih ditanyai saya korban, bagaimana peristiwanya sebelum terjadi penamparan, 'Ingat tidak insiden jam berapa'. Ya saya sebutkan, saya bilang saya tidak memulai, yang terjadi hanya adu argumen saja ya. Itu terjadi pukul 07.59 WIB," kata dia.

Penyidik Propam Metro Jaya juga menanyakan soal saksi-saksi yang melihat saat AKBP Danu menampar wajah Yanti.

"Terus (ditanya) siapa saja yang ada, terus berapa jumlah kami. Dari pihak saya yang ada di sana. Siapa yang melihat persis si Kasat menampar saya, terus kalau pihak selain kami ada siapa saja, saya bilang ada Satpol PP, ada orang Wali Kota," kata dia.

Menurutnya, tindakan penamparan tersebut dipicu karena Danu geram saat berdebat dengan Yanti terkait Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 2 Tahun 2017 tentang penyampaian pendapat dimuka umum. Salah satu poin dalam aturan tersebut mengatur pelarangan unjuk rasa di hari Sabtu-Minggu dan hari libur nasional.

"Sebenarnya yang terjadi itu, adu argumentasi. Kasat itu kesal saja karena saya selalu menjawab saja, bertanya lagi, bertanya lagi, pernyataan yang dikeluarkan, sehingga dia sangat kesal," kata dia.

Dia mengaku jika Danu yang notabene aparat hukum tidak bisa menjelaskan dasar hukum dari pelarangan aksi yang tertuang dalam Perwal tersebut.

"Jadi nggak boleh aksi minggu, itu yang saya tanya, kalau dia kasat, dia kepolisian, dia aparat hukum, pasti tahu dong, 'mana yang lebih tinggi perwal atau undang-undang? Hanya sederhana itu, tapi tidak mau jawab, bapak tahu tidak mana yang lebih tinggi, saya terus mengejar itu. Bapak kalau tidak ngerti hukum belajarlah hukum, ngerti enggak lex spesialis itu apa, kalau enggak ngerti hukum belajarlah hukum saya bilang itu. Dia tidak mau jawab," bebernya.

Menurutnya dari adu mulut tersebut, secara spontan Danu melakukan penamparan terhadap dirinya. Kata dia, Danu juga tidak menggubris ketika dirinya mengancam akan melaporkan soal insiden penamparan tersebut.

"Ketika dia menampar saya, 'saya bilang eh kamu menampar saya, saya akan laporkan. Silahkan," kata Yanti menirukan adu mulut dengan Danu.

Dia juga mengaku terkejut atas tindakan penganiayaan yang dilakukan terhadap Danu. Dia menanggap perbuatan yang dilakukan anggota polisi hanya untuk membungkam kebebasan berpendapat yang disampaikan buruh.

"Saya cukup kaget, karena itu keras ya. Tapi kalau divisum tak ada bekas ya. Itu teror ya tidak etis buat Kasat Intelkam," katanya.

Meski demikan, kata dia ketika itu Danu berdalih tidak menampar dirinya.

"Kemudian mana saya ada tampar, saya tidak ada tampar kamu, saya hanya mengalangin mulut kamu muncratan ludah kamu. Karena saya kan terus nyerocos," kata Yanti.

Tapi, kata Yanti banyak saksi yang melihat ketika dirinya ditampar oleh Danu. Bahkan, menurutnya banyak anak-anak kecil yang melihat peristiwa penamparan yang dialami dirinya.

"Bunyi dan keras, kawan-kawan yanh berapa senti mendengar. Anak-anak kecil yang dibawa anggota saya panik. Polisinya jahat ya main tampar saja," kata dia.

Laporan yang dibuat Yanti tidak langsung diterima. Penyidik Propam Polda Metro Jaya meminta agar dirinya kembali untuk melengkapi bukti-bukti soal kasus penganiayaan termasuk video yang merekam kejadian tersebut.

"Dalam satu-dua hari akan kami lengkapi itu, termasuk dua anggota saya, satu yang merekam video, satu yang melihat karena persis di samping saya," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI