Suara.com - Pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene Purti yang mengatakan tidak perlu konfrontasi antara Setya Novanto dengan saksi lainnya, menjadi sinyal berbahaya bagi Novanto. Dia menduga, KPK sudah menemukan bukti yang kuat tentang adanya keterlibatan Ketua DPR itu dalam proyek mega korupsi tersebut.
"Karena itu, diharapkan tidak lama lagi Setya Novanto bakal menyusul Miryam S Haryani menjadi tersangka keterangan palsu atau sumpah palsu terkait kasus e-KTP," kata Pakar Hukum Petrus Selestinus melalui keterangan tertulisnya, Minggu (9/4/2017).
Pada persidangan Kamis (6/4/2017), Setya Novanto bersaksi di muka persidangan. Sejumlah keterangannya dibantah Terdakwa, terutama terkait pertemuan antara Novanto dengan dua terdakwa dan Pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong serta Diah Anggraeni di Hotel Grend Mellia pada bulan Februari. Selain itu, ketika ditanya Majelis Hakim dan JPU, Setya Novanto lebih banyak menjawab tidak tahu dan tidak benar.
Atas dasar keterangan tersebut, Petrus meminta hakim menggunakan kewenangannya untuk memutuskan kesaksian Novanto sebagai kesaksian palsu. Dengan begitu, dia dapat ditetapkan sebagai tersangka dugaan memberikan keterangan tidak benar dibawah sumpah.
Baca Juga: Facebook Kini Bisa Lihat Siapa yang Suka Ngintip Profil Anda
"Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus berani menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka atas dugaan melakukan sumpah palsu atau memberi keterangan tidak benar dibawa sumpah," katanya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia tersebut, meminta hakim menumbuhkan budaya hukum berupa keberanian mengambil sikap tegas, terhadap pejabat tinggi atau mantan pejabat tinggi ketika berbohong dalam bersaksi dibawah sumpah.
"Terdapat sejumlah fakta yang menjadi alasan untuk memperkuat Majelis Hakim dapat serta merta memberikan status tersangka karena kesaksian palsu kepada Setya Novanto, karena beberapa fakta persidangan telah mengungkap dengan jelas peran dan posisi strategis Setya Novanto dalam proyek senilai Rp5,9 triliun ini," kata Petrus.
Menurutnya, Kesaksian Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni, Terdakwa Irman dan Sugiharto sudah menjelaskan Novanto yang tidak berkata jujur dalam persidangan. Sementara fakta-fakta yang mengungkap keterlibatan Setya Novanto, antara lain, surat dakwaan JPU KPK telah menguraikan dengan jelas keterlibatan Setya Novanto sebagai Ketua Fraksi Golkar dalam menentukan besaran anggaran e-KTP sebesar Rp5,9 triliun berikut porsi pembagian di antara mereka.
"Fakta kedua, Setya Novanto disebut bersama Fraksi Demokrat mengawal kekuatannya di Komisi II untuk menggolkan anggaran e-KTP sesuai grand design. Dan fakta ketiga, dalam surat dakwaan Setya Novanto ditempatkan sebagai orang yang bersama-sama dengan Terdakwa Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Andi Narogong, Muhammad Nazaruddin dan Anas Urbaningrum sebagai telah menyalahgunakan wewenang, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dan merugikan negara triliunan rupiah.
Baca Juga: Carok Massal di Sampang Tewaskan Tiga Orang
Adapun fakta keempat, kata Petrus, adalah kesaksian Setya Novanto yang membantah tidak pernah ketemu Irman dan Sugiharto dalam kaitan dengan proyek penganggaran dan pengadaan e-KTP telah dibantah melalui tanggapan Terdakwa Irman dan Sugiharto serta Saksi Diah Anggreini. Bantahan Irman dan kawan-kawan dinilai Petrus telah diperkuat kesaksian Ade Komarudin yang menyatakan bahwa Novanto saat berkunjung ke rumah Ade Komarudin.