Suara.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie menilai isu negatif mengenai perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) bersifat musiman.
Seperti kasus di DKI Jakarta, Jimly menuturkan maraknya isu SARA hanya terjadi ketika musim pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti yang dirasakan warga ibu kota kekinian.
"Saya punya keyakinan, selesai urusan pilkada, ya tidak langsung otomatis selesai, tapi mulai turun," kata Jimly di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta Pusat, Sabtu (8/4/2017).
Baca Juga: Mantan Ketua MK Gerah Atas Ganasnya Isu SARA di Pilgub DKI
Jimly menilai, negara Indonesia sudah cukup dewasa memahami dan mempraktikkan toleransi dalam berpolitik.
Mantan Ketua KPU ini mencontohkan hasil Pilkada Sula, Maluku Utara. Pilkada Sula memenangkan kandidat nonmuslim, pasangan Hendrata Thes yang beragama Protestan dan beretnis Tionghoa.
Padahal, daerah tersebut 90an persen adalah umat Islam dan mempunyai latar belakang Islam kuat. "Mengapa dia terpilih? Karena rakyatnya suka sama dia," kata Jimly.
Karenanya, kata dia, kalau pasangan nonmuslim terpilih dalam Pilkada DKI Jakarta, masyarakat Indonesia mendapat pelajaran besar dalam berdemokrasi.
Ia menjelaskan, masyarakat akan belajar menerima kandidat Pilkada DKI Jakarta terpilih apabila Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai pemimpin. Apalagi, saat ini, Pilkada DKI Jakarta telah menjadi parameter demokrasi Indonesia.
Baca Juga: Semiloka Negara Pancasila vs Negara Agama
Jimly optimistis Indonesia tidak akan bubar akibat pergolakan pilkada lantaran isu SARA. "Negara kita tidak bubar hanya gara-gara yang kita pilih itu tak menang," tandasnya.