Suara.com - Komisaris Utama PT Semen Indonesia (SI) Rembang Sutiyoso, diprotes banyak pihak karena secara mendadak mendatangi rumah seorang petani Pegunungan Kendeng penolak pabrik semen, di Desa Tegaldowo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Kamis (6/4/2017).
Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhamad Isnur mengatakan, kedatangan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu patut dipertanyakan karena PT IS tengah berkonflik dengan warga.
“Apalagi, di hadapan warga, dia masih mengakui sebagai orang Pemerintah, meminta warga menghentikan perlawanan dan berhenti mempermasalahkan PT SI”, ungkap Muhamad Isnur yang juga pengacara warga Kendeng, Rembang, Sabtu (8/4/2017).
Baca Juga: Buni Yani Diserahkan ke Kejati Jawa Barat Pekan Depan
Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas juga menilai kunjungan Sutiyoso itu tidak memenuhi kriteria kepatutan.
Pasalnya, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan keputusan yang seharusnya menjadi dasar penghentian operasionalisasi pabrik PT SI di Pegunungan Kendeng.
“Putusan MA harus ditegakkan sebagai wujud menghormati prinsip negara hukum. Izin yang diberikan oleh Gubernur Jateng (Ganjar Pranowo) bertentangan dengan putusan MA. Perkara ini seharusnya dihormati semua pihak, termasuk komisaris PT SI,” tegasnya.
Selain harus menghormati keputusan MA, mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini juga mempertanyakan keputusan Sutiyoso mendatangi rumah warga penolak pabrik semen.
“Apakah tugas komisaris perusahaan besar juga termasuk menemui warga yang berkonflik di lapangan?”
Baca Juga: Jokowi Resmikan Pembangunan Jaringan Kereta Bandara Adi Soemarmo
Konflik Kendeng
PT SI kekinian tengah berkonflik dengan warga Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Warga setempat mati-matian menolak operasionalisasi pabrik PT SI di kawasan tersebut karena dinilai melanggar ketentuan hukum dan merusak kawasan lindung.
Aksi mengecor kaki pakai semen di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, juga dilakukan sebagai bentuk protes petani Kendeng. Bahkan, satu peserta aksi, Patmi, wafat sehari setelah selesai melakukan aksi itu.
Aksi-aksi skala nasional ini berawal dari inkonsistensi Gubernur Ganjar terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) RI, terkait konflik antara warga dengam PT SI.
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), organisasi yang dibangun petani Kendeng, mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan PTUN Semarang No. 064/G/2015/SMG tertanggal 16 April 2015 dan putusan banding PTUN Surabaya No. 135/B/2015/SBY tanggal 3 November 2015.
Upaya PK itu bertujuan untuk membatalkan proyek yang dinilai mengancam keberlangsungan hidup petani di kawasan pegunungan Kendeng.
PK itu sendiri diajukan atas dasar penemuan bukti baru (novum), terutama dokumen pernyataan saksi palsu yang menyebutkan kehadiran dalam sosialisasi pembangunan pabrik semen.
MA lantas mengabulkan perkara dengan nomor registrasi 99 PK/TUN/2016 ini, yakni membatalkan objek sengketa atau pabrik semen yang akan dibangun. Putusan sendiri keluar pada Rabu, 5 Oktober 2016.
Namun, Gubernur Ganjar kembali menerbitkan izin lingkungan terbaru untuk PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang. Izin terbaru yang diterbitkan ini adalah untuk mengatur kegiatan penambangan dan pembangunan pabrik semen Indonesia.
Penerbitan izin tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 660.1/6 Tahun 2017. Keputusan Gubernur ditandatangani Kamis, 23 Februari 2017.
Pembangunan pabrik semen di area Pegunungan Kendeng terbilang kontroversial karena mengancam kehidupan para petani. Kaum tani terancam kehilangan lahan, air bersih, hingga terpapar pencemaran udara.