DPR Dukung Kewenangan Mendagri Mencabut Perda Dihapus

Jum'at, 07 April 2017 | 20:10 WIB
DPR Dukung Kewenangan Mendagri Mencabut Perda Dihapus
Gedung Kementerian Dalam Negeri di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Sabtu (12/3/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendukung putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam mencabut Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

"Saya setuju itu. Jangan mau enaknya saja mau menertibkan daerah dengan menggunakan tangan besi, main cabut-cabut saja. Orang bahas Perda itu mahal loh, menyerap aspirasi rakyat," ujar Fahri di Gedung Nusantara III, Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/4/2017).

Dalam putusannya, MK membatalkan pasal 251 ayat 2,3,4 dan 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang artinya melarang kewenangan mencabut Perda.

Baca Juga: Fahri Hamzah Curigai Polisi Terlibat di Kasus Ahok

Fahri mengatakan jika kewenangan dalam hal mencabut Perda yang dimiliki Mendagri tidak dicabut, posisi DPRD seakan dibawah bawah Kementerian Dalam Negeri. Pasalnya, DPRD merupakan wakil rakyat yang dipilih langsung oleh Rakyat, sementara Mendagri dipilih oleh seorang Presiden.

"Sekarang ini DPRD itu seolah-olah berada di bawah Kemendagri. Sementara itu DPRD dipilih oleh rakyat dan Mendagri itu dipilih oleh presiden dipilih oleh rakyat dan Mendagri," kata dia.

Maka dari itu, Fahri menuturkan, DPRD memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan fungsi legislatif.

Namun ia melihat ada kekuatan rakyat yang diabaikan oleh Mendagri.

"Tapi kekuatan rakyat itu disitu seperti dihempaskan begitu saja, usulan saya mereka itu legislatif penuh. Mereka kok yang bisa nangkap aspirasi masyarakat," ucapnya.

Fahri tak setuju alasan Mendagri Tjahjo Kumolo yang menganggap pencabutan kewenangan Perda dapat menghambat investasi. Kalau pun ada, nantinya Mendagri bisa mengajukan proses judicial review (JR) atas Perda yang bermasalah ke Mahkamah Agung.

"Kalau ada produk perundangan di bawah UU itu ya di JR aja dong. Biasakan ikuti prosedur. Prosedurnya yang kita percepat bukan prosedurnya kita tabrak. Kelakuan Mendagri itu prosedurnya yang kita tabrak, mau enaknya aja," tutur Fahri.

Lebih lanjut, Fahri menjelaskan seharusnya Pemerintah Pusat tidak asal menggunakan standar subjektif.

"Kalau batal ya batal, kalau nggak ya nggak, jangan mau seenaknya memakai standar subjektif pemerintah pusat. Nggak boleh, Mendagri harus sadar Indonesia kan sudah otonomi daerah dan demokrasi prosedural di kita itu dilaksanakan dan tidak boleh dilompat," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI