Suara.com - Pemimpin Myanmar sekaligus tokoh hak asasi manusia yang diakui dunia, Aung San Suu Kyi, banyak mendapat tanggapan negatif khalayak mengenai sikapnya terhadap etnis Rohingya.
Penerima hadiah Nobel Perdamaian 2012 itu, dianggap turut melakukan pembiaran atas pembantaian serta pemusnahan etnis Rohingya di Myanmar.
Itu lantaran sikap diamnya terhadap sejumlah peristiwa pembunuhan massal terhadap warga Rohingya di Negara Bagian Rakhine.
Saat kali pertama melakoni permintaan wawancara tahun 2017, Aung San Suu Kyi akhirnya berani mengomentari persoalan Rohingya.
Baca Juga: Hamas Hukum Gantung Tiga Mata-mata Israel
Namun, seperti dilansir AsianCorrespondent, Kamis (6/4/2017), pernyataan-pernyataannya dalam wawancara eksklusif bersama jurnalis BBC Fergal Keane, Rabu (5/4), justru dinilai banyak pihak tidak tegas membela Rohingya.
Pernyataan Suu Kyi yang terbilang paling kontroversial dalam wawancara itu, seperti dilansir The Guardian, adalah tidak mengakui adanya pembantaian dan pembersihan etnis Rohingya di Myanmar.
”Tidak ada pembersihan etnis. Di daerah itu banyak permusuhan. Bahkan ada pula muslim yang membunuh muslim (Rohingya membunuh Rohingya) kalau mereka bekerjasama dengan militer,” tutur Suu Kyi.
Dengan begitu, kata dia, persoalan Rohingya bukanlah mengenai pembersihan etnis, melainkan perseteruan antarwarga dan antarkubu dalam komunitas Rohingya.
Pernyataan Suu Kyi mengenai tak adanya pembersihan etnis Rohingnya justru 180 derajat berbeda dengan hasil penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Oktober 2016.
Baca Juga: Kisah Klasik Djarot Saiful Hidayat, Antara Vespa dan Farida
Dalam hasil penyelidikannya, PBB mengungkapkan 1.000 warga Rohingnya tewas dibunuh militer Myanmar dalam operasi yang direstui pemerintah. Belum lagi penyiksaan, pemerkosaan, serta perbudakan anak dan perempuan Rohingya.
Selain itu, Myanmar hingga kekinian belum mau mengakui Rohingya sebagai warga negara. Mereka dianggap imigran gelap dari Bangladesh. Hal inilah yang dinilai PBB sebagai sumber segala diskriminasi dan penindasan keji terhadap Rohingya.
Namun, lagi-lagi, Suu Kyi mengeluarkan pernyataan kontroversial yang dinilai banyak orang sebagai upaya berkelit.
”Aku hanya seorang politikus. Aku tidak seperti Margaret Thatcher (mantan Perdana Menteri Inggris yang dikenal keras)...tapi di lain sisi, aku juga bukan Bunda Teresa," tuturnya.
Bunda Teresa, yang sejak 6 September 2016 dikanonisasi sebagai orang suci dan berjuluk ”Santa teresa dari Kalkuta” oleh Gereja Katolik Roma, dikenal sebagai sosok pejuang kemanusiaan di India dan diakui dunia.
Selama lebih dari 47 tahun, ia melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat di India. Ia juga dikenal sebagai pendukung hak-hak kaum atau suku minoritas di berbagai negara.