Suara.com - Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sidang ke-17, Selasa (4/4/2017) malam, sempat mengisahkan sebuah percakapannya dengan almarhum sang ayah yang membuatnya meretas jalan politik meski kerap dihadang isu SARA.
Kisah itu ia ceritakan tatkala jaksa penuntut umum (JPU) hendak mencecarnya mengenai selebaran bernada provokatif mengenai suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) saat Ahok menjadi peserta Pilkada Belitung Timur dan Bangka Belitung.
Ahok menuturkan, dirinya sempat berniat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan bermukim ke luar negeri. Itu setelah pabrik yang dibangunnya bangkrut lantaran ditutup pemerintah. Ahok menilai, penutupan pabriknya karena ”dikerjain” oleh birokrasi setempat.
Suatu ketika, setelah mengetahui niat Ahok meninggalkan Indonesia karena frustrasi, sang ayah—Indra Tjahaja Purnama—mengajaknya berbicara.
Baca Juga: Ahok Kisahkan Pesan Ayah di Sidang, Sang Adik Menangis
“Saya frustrasi sebetulmya. Sebagai pengusaha, saya tidak mampu menolong begitu banyak orang yang sakit. Perusahaan bisa untung Rp1 miliar, tapi tak mampu bantu orang miskin,” tutur Ahok kepada sang ayah, kala itu.
Sang ayah tak setuju terhadap kesimpulan dan keputusan sepihak Ahok. ”Jangan pergi, karena rakyat butuh kamu, Hok,” pinta Indra.
Ahok yang sudah frustrasi menjawab sekenanya. “Butuh apa, Pak? Muka kayak kita, Pak?"
Indra murka mendengar jawaban sang buah hati. ”Saya ingatin kamu ya! Kamu jangan ngomong kayak gitu sekali lagi!” perintahnya.
“Hok, Indonesia ini tanah air kita. Apa pun yang terjadi, kita harus lawan,” cecar Indra.
Baca Juga: Djarot: Saya Minta Maaf Tak Bisa Janjikan Rumah Murah DP 0 Persen
Indra lantas memberikan pertimbangan rasional bahwa Ahok diperlukan oleh warga Bangka Belitung, sehingga tak boleh menyerah dan pergi meninggalkan Indonesia.
“Kamu punya pabrik dan bisa untung 1 juta Dolar saja masih ‘dikerjain’, gimana rakyat miskin?" tutur Indra, membicarakan perilaku patgulipat dalam birokrasi pemerintahan.
Mendengar pernyataan sang ayah, Ahok meyakini masih ada jalan lain agar dia bisa memperbaiki birokrasi dan melayani warga: menjadi pejabat publik!
Indra lantas mengutip sebuah farasa filosofis dari daratan Tiongkok, untuk menambah keyakinan Ahok tak lari keluar negeri dan meretas jalan politik.
”Hok, pekerjaan yang paling mulia adalah menjadi pejabat. Sebab, kamu bisa menentukan nasib banyak orang. Sedangkan pengusaha hanya untuk dirinya sendiri. Makanya kamu jadi pejabat, nggak usah lagi jadi pengusaha," saran Indra.
Ahok ternyata belum benar-benar yakin merintis karier politik sebagai jalan menjadi pejabat publik adalah sebetul-betulnya keputusan terbaik.
Indra tampaknya mengetahui masih tebersit keragu-raguan pada wajah Ahok. Karenanya, ia kembali berpetuah meyakinkan sang putra.
“Hok, ingat ya, orang miskin nggak menang lawan orang kaya. Tapi, orang kaya nggak akan menang melawan pejabat. Nah, kalau kamu jadi pejabat, lawanlah mereka yang korup,” tegas Indra.
Ahok, dalam persidangan, mengakui percakapan dengan sang ayah itu sangat membekas dan terus menjadi dasar dirinya berpolitik kekinian. Tak terkecuali saat menghadapi rintangan seperti penodaan agama.
Berkat nasihat itu pula, Ahok bisa bertarung dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2006. Setelahnya ia menjadi anggota DPR RI, 2009-2012.
Selanjutnya, karier politik Ahok semakin gemilang. Ia dipinang menjadi calon wakil gubernur DKI mendampingi Joko Widodo pada Pilkada tahun 2012, dan menang.
Ketika Jokowi menjadi Presiden RI, Ahok naik jabatan menjadi Gubernur DKI sejak 19 November 2014. Kekinian, ia menjadi calon petahana bersama Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI 2017.
Namun, ia harus mendaki jalan terjal dalam pilkada kali ini. Sebab, ia menjadi kandidat berstatus tersangka kasus dugaan penodaan agama. Jaksa mendakwa Ahok menggunakan Pasal 156a dan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ihwal kasus ini pidato Ahok yang mengutip Al Quran Surat Al Maidah ayat 51.