Begini Kronologi OTT Direksi PT PAL oleh KPK

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Sabtu, 01 April 2017 | 06:06 WIB
Begini Kronologi OTT Direksi PT PAL oleh KPK
Ilustrasi KPK [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Menurut Basaria, kesepakatan untuk memberikan "cash back" itu sudah dilakukan sejak kesepakatan awal pada 2014.

"Pada 2014, PT PAL menjual 2 unit kapal perang SSV kepada instansi pemerintah Filipina senilai 86,96 juta dolar AS. Perusahan yang bertindak sebagai agen penjualan kapal SSV itu AS Incorporation. Dari nilai kontrak tersebut, AS Incorporation mendapatkan 4,75 persen atau sekitar 4,1 juta dolar AS yang diduga sebagai 'fee agency'," ungkap Basaria.

Dari persentase tersebut, sebagian untuk pejabat PT PAL.

"Dari jumlah tersebut terdapat alokasi untuk oknum pejabat PT PAL sebesar 1,25 persen sedangkan sisanya 3,5 persen untuk AS Incorporation. Fee dibayar dengan 3 tahap pembayaran, tahap pertama terjadi Desember 2016 sejumlah 163 ribu dolar AS dan selanjutnya ada penyerahan 25 ribu dolar AS dalam OTT kemarin," jelas Basaria.

Baca Juga: Batalkan SP2 Novel Baswedan, KPK Terima Banyak Tekanan?

Proeyk itu merupakan proyek "G to G" antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Filipina.

"Terkait suap yang diterima, tidak ada kaitannya dengan pemerintah Filipina," ungkap Basaria.

Atas OTT itu, KPK menetapkan empat orang tersangka. Tiga orang tersangka penerima suap adalah direksi PT PAL yaitu Direktur Utama (Dirut) PT PAL Muhammad Firmansyah Arifin, GM Treasury PT PAL Arief Cahyana dan Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar. Sedangkan tersangka pemberi suap adalah Agus Nugroho dari Ashanti Sales Inc.

"SAR (Saiful Anwar) selaku direktur keuangan PT PAL belum diamankan dalam OTT karena masih berada di luar negeri. Kami minta supaya dalam SAR kooperatif dan segera kembali ke Indonesia untuk didengar keterangannya," tegas Basaria.

Terhadap Firmansyah, Arif dan Saiful disangkakan pasal pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca Juga: Ketum PPP: Ahok-Djarot Sudah Tunjukkan Kepedulian pada Islam

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI