Suara.com - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin meluruskan pendapat Presiden Joko Widodo mengenai agama dan politik yang tidak boleh dicampuradukkan. Ma'ruf berpandangan bahwa politik dan agama tak bisa dipisahkan, harus saling menopang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Beliau sangat mengerti (soal agama dan politik) bahwa memang agama itu ada juga yang bisa menimbulkan masalah. Kalau pemahaman agama yang radikal kan itu memang menimbulkan masalah kebangsaan. Tetapi kalau pemahaman agama yang moderat seperti NU dan juga mungkin Muhammadiyah, ya justru agama itu memberikan penguatan terhadap masalah-masalah politik kebangsaan dan kenegaraan," kata Ma'ruf kepada wartawan usai pertemuan dengan Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Menurut dia, Nahdatul Ulama (NU) menggunakan fiqih sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan. Berdasarkan perspektif NU, solusi fiqih dapat dijadikan sebagai solusi menjawab masalah kebangsaan.
"Seperti menyelesaikan soal Islam dan pancasila, masalah kebangsaan hubungan muslim dengan non muslim. Hubungan itu semua diberi landasan-landasan keagamaan. Kalau itu sebenarnya antara politik dan agama saling menopang. Tapi mungkin presiden menganggap, ini menurut pemahaman saya bahwa beliau itu ada pemahaman keagamaan yang radikal, destruktif sehingga bisa terjadi hal-hal yang bisa bertentangan, bisa menimbulkan keresahan dalam masyarakat," terang dia.
Baca Juga: Ahli Agama PBNU Sebut Tak Masuk Akal Ahok Menodai Agama
Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj sependapat dengan Jokowi. Bahwa agama dan politik harus dipisahkan.
Said menegaskan, dari dulu dirinya selalu menolak jika politik dicampuradukkan dengan agama. Menurutnya jika politik membawa nama agama akan memicu pertikaian dan cenderung berujung konflik antar masyarakat.