Suara.com - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017). Kedatangan Ma'ruf diundang Jokowi membahas berbagai masalah kebangsaan, salah satunya ketimpangan ekonomi dan pembangunan di daerah.
"Yang menarik bapak presiden prihatin dengan kesenjangan yang ada di masyarakat. Terutama masalah ekonomi antara yang masyarakat kecil dengan mereka yang berpendapatan tinggi," kata Ma'ruf dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat.
Ma'ruf menjelaskan Jokowi sangat prihatin dengan kondisi kesenjangan masyarakat dan ingin mencari solusi yang tepat. Salah solusinya adalah redistribusi aset, seperti tanah.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini ingin aset-aset lahan, tanah tidak hanya dikuasai oleh sekelompok korporasi besar. Namun harus dikelola kelompok masyarakat seperti tanah adat, koperasi, pesantren, maupun berbagai kelembagaan lainnya.
Baca Juga: Habib Rizieq Dipastikan Tidak Bolos Aksi 313
"Beliau agak trauma kalau tanah diserahkan kepada perorangan, karena dikhawatirkan dijual lagi," ujar dia.
Ma'ruf menuturkan, redistribusi lahan itu sebagian telah dilakukan pemerintah. Data dari pemerintah, ada 12,7 juta hektare lahan yang akan didistribusikan kepada masyarakat.
Lahan itu didapatkan dari mengambil lahan yang tidak terkelola dengan baik. Pemerintah pun menyeleksi lahan tersebut sebelum diredistribusikan.
"Syaratnya harus dikelola, bukan didiamkan atau dijual. Sehingga tidak ada tanah yang tidak terkelola," terang dia.
Selain itu, pertemuan Ma'ruf dengan Jokowi juga membahas masalah kemitraan agar tidak terjadi konflik antara kelompok masyarakat ekonomi lemah dan yang ekonominya kuat. Jokowi ingin ada kemitraan antara pengusaha yang menguasai korporasi dengan masyarakat yang ekonomi lemah. Sehingga terjadi pemerataan ekonomi, dan tidak terjadi kecemburuan sosial.
Baca Juga: Rizieq Shihab dan FPI Absen di Aksi 313, Ini Sebabnya
"Beliau bertekad untuk menghilangkan masalah pokok tersebut. Kalau tidak diselesaikan sekarang, itu akan terus berkembang dan menjadi beban negara sampai ke depan," tandas dia.