Kesaksian Ketua KPUD DKI Sumarno soal Laporan Cinhok ke DKPP

Kamis, 30 Maret 2017 | 13:23 WIB
Kesaksian Ketua KPUD DKI Sumarno soal Laporan Cinhok ke DKPP
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang kode etik penyelenggara Pemilu dengan teradu Ketua Komisi Pemilihan Umum Jakarta Sumarno. (suara.com/Bagus Santosa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang kode etik penyelenggara Pemilu dengan teradu Ketua Komisi Pemilihan Umum Jakarta Sumarno. Sidang digelar di Ruang Pustaka Loka, Gedung Nusantara IV, DPR, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Sumarno memberikan keterangan terkait aduan dari Perkumpulan Cinta Ahok (Cinhok) ke DKPP dengan nomor pengaduan 119/n-p/L-DKPP/2017.

Aduan itu berisi tentang dugaan ketidaknetralan karena Sumarno terlibat pembicaraan dengan calon gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Serta, dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Sumarno karena memasang foto aksi 212 di layanan mengobrol telepon seluler, WhatsApp. Serta, perlakuan berbeda dari KPU DKI Jakarta saat rapat pleno KPU DKI Jakarta yang tidak menemui Ahok-Djarot namun malah makan malam dengan Anies-Sandi.

Sumarno memulai klarifikasinya terkait pertemuannya ‎dengan Anies Baswedan di Tempat Pemungutan Suara 29 di Kalibata pada 19 Februari 2017. Dia bercerita, pertemuan itu tidak disengaja dan tidak bisa dihindarkan.

"Saat di sana (di TPS), ada yang menginformasikan bahwa Pak Anies juga hadir. Tetap karena situasi yang ada, saya bertemu. Sebab, di sebelah persis satu-satunya tempat untuk menghindar adalah ke sebelah kiri, yaitu kuburan. Tapi saya tidak elok untuk pergi ke situ untuk menghindar, maka pertemuan itu tidak bisa dihindarkan. Setelah Pak Anies dekat di TPS, dalam konteks relasi kemanusiaan saya menyalami beliau dan menyapa," kata Sumarno memberikan kesaksian.

Dia menegaskan, pertemuan dengan Anies ini tidak disengaja, dilakukan di tempat terbuka dan disaksikan banyak orang. Sumarno mengatakan pertemuan itu tidak lama, hanya sekitar 10 menit.

"Dia bertanya mengapa terjadi penghitungan suara ulang, dan berapa banyak PSU yang ada di DKI Jakarta," kata Sumarno menyontohkan pertanyaan Anies saat itu.

Sumarno kemudian menjelaskan kepada Anies. Dia menerangkan PSU terjadi karena adanya rekomendasi Badan Pengawas Pemilu karena adanya pemilih yang menggunakan formulir C6 tidak pada tempatnya. Kemudian, sambungnya, PSU terjadi di dua lokasi, yaitu di TPS 29 Kalibata, Jakarta Selatan dan TPS ‎01 Utan Panjang, Jakarta Pusat.

"Dia kemudian pamit untuk agenda lain, dan setelah itu wartawan yang ada di sana bertanya, apakah ini ada janjian? Saya katatakan, tidak. Saya tidak punya kontaknya, dia tidak punya kontak saya. Pertemuan ini dilakukan secara kebetulan dan dilakukan di tempat terbuka," kata Sumarno.

"Dan, pertemuan itu tidak mempengaruhi netralitas, keberpihakan dan independensi saya," kata dia.

Sumarno kemudian melanjutkan klarifikasinya soal m‎emasang foto aksi 212 di layanan mengobrol telepon seluler, Whatsapp. Menurutnya,‎ pemasangan foto ini tidak ada kaitanya dengan Pilkada Jakarta. Dia lebih melihat foto ini dari segi estetikanya.

"Itu semata-mata ketertarikan dari sisi estetika, tidak ada afiliasi politik. Jadi ini cukup Indah, karena Monas di foto dari udara dan di bawahnya terhampar lautan massa berbaju putih. Itu  belum pernah terjadi. Dan foto itu sudah tersebar di media massa, media sosial. Saya dapat itu juga dari grup WA," kata dia.

Dia beranggapan, aksi 212 ini tidak ada kaitannya dengan politik tertentu karena merujuk dari pernyataan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

"Dan, pada waktu Jumat (212) saya beserta komisioner sedang melakukan rapat koordinasi persiapan logistik persiapan Pilkada. Kami berkesimpulan aksi 212 hanyua doa bersama," tuturnya.

Sumarno juga dilaporkan karena dianggap memberikan perlakuan berbeda saat rapat pleno rekapitulasi Pilkada DKI Jakarta pada 4 Maret 2017. KPU DKI Jakarta dianggap menelantarkan pasangan Ahok-Djarot dan malah makan malam bersama dengan Anies-Sandi.

"Tidak benar kita menelantarkan paslon nomor 2, dan makan malam dngn paslon nomor 3. Ini keselahanan komunikasi antara panitia dan Liason Officer (LO) pasangan calon,"  kata Sumarno.

Sumarno mengatakan, dua pasangan calon ini ‎diundang dengan undangan yang sama. Dalam undangan itu tertera jam pelaksanaan acaranya di mulai pukul 19.30 WIB. Undang ini pun sudah disampaikan kepada LO pasangan calon.

Dia bersama bersama komisoner lainnya sudah hadir sebelum acara di mulai, yaitu pukul 18.30 WIB. Dan, pada saat jam 19.30 WIB acara belum mulai, Sumarno sempat menanyakan kepada panitia apakah para calon sudah hadir ke lokasi.

"Terus dikatakan Panitia, di sebelah (ruang VVIP) ada Pak Anies dan Pak Sandi. Tadi ada Pak Djarot, tapi tidak tahu ke mana," kata Sumarno.

Sekitar  jam 19.50 WIB, Sumarno kemudian mengatakan kalau acara akan dimulai kepada kubu Ahok-Djarot. Namun, mereka mengatakan sudah sejam hadir dan acara belum juga dimulai.

"Belakangan, setelah peristiwa itu terjadi, ternyata tim nomor 2 menyewa ruangan khusus di lantai 2. Jadi saya, panitia, tidak mengetahui itu. Setelah itu,mereka pergi pukul 20.05 WIB," ujarnya.

Di akhir pernyataannya, dia mengatakan, berdasarkan jawaban tersebut,teradu (Sumarno) memohon kepada yang  DKPP untuk menjatuhkan keputusan, pertama penolak permohonan pengadu. Kedua, menyatakan teradu tidak terbukti apa yang disampaikan pengadu. Bila DKPP berpendapat lain, maka mohon keputusan yang seadil-adilnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI