Ketua Fraksi Hati Nurani Rakyat DPR Nurdin Tampubolon belum tahu kabar terbaru anggotanya, Miryam S. Haryani. Miryam merupakan salah satu saksi penting perkara dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
"Saya belum tahu (kabar terakhir). Katanya kan sakit. Tapi saya belum tahu (besok datang sidang apa tidak). Saya hanya diberitahu sakit, saya tidak tahu sakit apa. Kami tunggu saja. Karena itu masalah kesehatan dia," kata Nurdin di DPR, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Sosok Miryam kini menjadi sorotan. Ketika dihadirkan jaksa KPK di pengadilan dua pekan lalu, Kamis (23/3/2017), dia mencabut semua keterangan dalam berita acara pemeriksaan KPK. Dia beralasan diperiksa dalam tekanan tiga penyidik. Pekan berikutnya, Senin Senin (27/3/2017), dia akan dikonfrontir dengan tiga penyidik di pengadilan, tetapi ternyata tak mau datang dengan alasan sakit.
Rencananya, bekas anggota Komisi II DPR tersebut akan kembali diperiksa besok, Kamis (30/3/2017).
Agenda persidangan besok yaitu pengakuan Miryam ditekan penyidik akan dikonfrontir dengan penyidik.
Nurdin mengungkapkan setelah nama Miryam mencuat dalam perkara dugaan korupsi e-KTP, tidak ada komunikasi yang intensif dengan Fraksi Hanura.
"Biasa-biasa saja (perilaku Miryam ke Fraksi). Saya lupa (terakhir bertemu) tapi minggu kemarin kalau tidak salah," tuturnya.
Nurdin tidak tahu lebih jauh mengenai persoalan hukum yang dihadapi Miryam. Fraksi Hanura, katanya, juga tidak mau intervensi kasus Miryam.
"Fraksi Hanura tidak ada pernah melakukan penekanan. Kalau (dari luar) itu saya tidak tahu. Kalau dari luar, itu di luar wewenang saya. Tapi yang jelas, kami serahkan kepada penegak hukum," ujarnya.
Jaksa KPK akan memanggil paksa Miryam jika pada panggilan ketiga tak mau hadir ke Pengadilan Tipikor.
"Kami bisa upayakan panggil paksa," kata ketua jaksa KPK Irene Putri di gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (27/3/2017).
Sebelumnya, Miryam membantah pernah menerima pembagian uang Rp5,9 triliun. Dia juga mengaku tidak mengenal Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Sementara dalam dakwaan terdakwa Irman dan Sugiharto, nama Miryam disebut sebagai peminta dan penerima uang yang diberikan Irman. Dia juga disebut diminta oleh pimpinan komisi dua untuk menjadi perantara pihak ketiga dengan pimpinan.
"Saya belum tahu (kabar terakhir). Katanya kan sakit. Tapi saya belum tahu (besok datang sidang apa tidak). Saya hanya diberitahu sakit, saya tidak tahu sakit apa. Kami tunggu saja. Karena itu masalah kesehatan dia," kata Nurdin di DPR, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Sosok Miryam kini menjadi sorotan. Ketika dihadirkan jaksa KPK di pengadilan dua pekan lalu, Kamis (23/3/2017), dia mencabut semua keterangan dalam berita acara pemeriksaan KPK. Dia beralasan diperiksa dalam tekanan tiga penyidik. Pekan berikutnya, Senin Senin (27/3/2017), dia akan dikonfrontir dengan tiga penyidik di pengadilan, tetapi ternyata tak mau datang dengan alasan sakit.
Rencananya, bekas anggota Komisi II DPR tersebut akan kembali diperiksa besok, Kamis (30/3/2017).
Agenda persidangan besok yaitu pengakuan Miryam ditekan penyidik akan dikonfrontir dengan penyidik.
Nurdin mengungkapkan setelah nama Miryam mencuat dalam perkara dugaan korupsi e-KTP, tidak ada komunikasi yang intensif dengan Fraksi Hanura.
"Biasa-biasa saja (perilaku Miryam ke Fraksi). Saya lupa (terakhir bertemu) tapi minggu kemarin kalau tidak salah," tuturnya.
Nurdin tidak tahu lebih jauh mengenai persoalan hukum yang dihadapi Miryam. Fraksi Hanura, katanya, juga tidak mau intervensi kasus Miryam.
"Fraksi Hanura tidak ada pernah melakukan penekanan. Kalau (dari luar) itu saya tidak tahu. Kalau dari luar, itu di luar wewenang saya. Tapi yang jelas, kami serahkan kepada penegak hukum," ujarnya.
Jaksa KPK akan memanggil paksa Miryam jika pada panggilan ketiga tak mau hadir ke Pengadilan Tipikor.
"Kami bisa upayakan panggil paksa," kata ketua jaksa KPK Irene Putri di gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (27/3/2017).
Sebelumnya, Miryam membantah pernah menerima pembagian uang Rp5,9 triliun. Dia juga mengaku tidak mengenal Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Sementara dalam dakwaan terdakwa Irman dan Sugiharto, nama Miryam disebut sebagai peminta dan penerima uang yang diberikan Irman. Dia juga disebut diminta oleh pimpinan komisi dua untuk menjadi perantara pihak ketiga dengan pimpinan.