Manifestasi Global Islam Nusantara
Hansyah Iskandar, mantan ketua dan kini penasehat PPME Al-Ikhlash Amsterdam, menuturkan bahwa kesan positif komunitas Muslim Indonesia yang bersifat toleran dan damai sudah banyak dikenal masyarakat Belanda. Beberapa anggota organisasi ini bahkan merupakan orang Belanda asli yang masuk Islam karena pada awalnya tertarik dengan karakter orang Indonesia yang ramah dan terbuka. “Para bule Muslim ini memiliki kegiatan pengajian rutin dua mingguan di masjid kami yang dibimbing oleh Ustadz Abdurrachman Mittendorf yang asli Belanda. Sementara para remaja kami dibimbing oleh Ustadz Ahmad Kasijo yang beretnis Jawa-Suriname dan lulusan pendidikan Arab Saudi,” kata insinyur alumni perguruan tinggi teknik di Delft ini. “Dengan gedung milik sendiri yang akan diresmikan nanti, aktivitas dakwah kami yang kental dengan budaya Nusantara akan kian berkembang. Hal ini pada akhirnya akan menguatkan citra Islam yang ramah di tengah mobilisasi kebencian kepada Islam oleh sebagian politisi di Belanda,” katanya penuh harapan.
Pernyataan ini dibenarkan oleh Fatimah Dijo, Kepala Madrasah yang menikah dengan suami yang beretnis Jawa-Suriname. “Murid-murid yang belajar di madrasah kami bukan sebatas anak-anak keturunan Indonesia, namun juga campuran Indonesia dengan Belanda, Suriname, dan Arab,” katanya membanggakan. “Bahkan ada beberapa anak yang murni keturunan Maroko belajar di madrasah kami. Orang tuanya beralasan, mereka senang membawa anaknya belajar di sini karena yang ditanamkan pasti nilai-nilai Islam yang cinta damai,” ujar ibu yang berasal dari Malang ini.
Dihubungi secara terpisah, Syahril Siddik, mahasiswa PhD di Leiden University, mengakui peran penting diaspora Muslim Indonesia seperti PPME Al-Ikhlash ini sebagai manifestasi konkrit Islam Nusantara di kancah global. “Mereka adalah duta bangsa Indonesia yang eksistensinya di negeri Belanda dapat memperlihatkan secara langsung kekhasan Islam Nusantara kepada publik Eropa.” Syahril Siddik menambahkan, kekhasan Islam Nusantara ini merupakan bukti bahwa Islam tidaklah monolitik dan bahwa universalisme Islam bisa didialogkan secara kreatif dengan konteks lokal tanpa kehilangan otentisitas. “Oleh karena itu, Islam Nusantara dapat menjadi model bagi upaya aktualisasi Islam di Eropa yang menghargai lokalitas dan merangkul keragaman,” tandas pengurus Tanfidziyah NU Belanda ini.
Baca Juga: Jokowi Tiba di Amsterdam Belanda