Ketua tim advokasi pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Syaiful Hidayat, Pantas Nainggolan, menemukan beberapa indikasi pelanggaran selama pilkada Jakarta.
"Kami melihat dari berbagai peristiwa ada kondisi-kondisi yang meragukan kita tentang independensi lembaga pelaksana pilkada, yaitu KPUD dan bawaslu," kata Pantas di posko, Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta, Selasa (28/3/2017).
Pantas menyebutkan beberapa catatannya menjelang pilkada. Pertama, perubahan aturan main menjelang masuk putaran kedua. Menurut dia penyelenggara pemilu tidak netral.
Dia menjelaskan pada putaran pertama pedoman kampanye yaitu Surat Keputusan KPUD Nomor 41. Tapi, memasuki putaran kedua, keluar SK KPUD Nomor 49 yang mengubah masa kampanye putaran kedua.
Perubahan tersebut sudah dilaporkan ke bawaslu. Namun, Pantas ragu bawaslu menindaklanjuti hal tersebut. Sebab, salah satu saksi ahli yang diajukan bawaslu tidak dicantumkan dalam putusan dan sama sekali tidak menjadi pertimbangan.
"Itu salah satu indikator bahwa bawaslu tidak independen dalam pelaksanaan tugas sebagai pengawas," kata Pantas.
Pantas menyebutkan ada temuan tentang betapa masif pelanggaran prinsip pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil. Pelanggaran ini, kata Pantas, sama saja pelanggaran hak asasi manusia.
"Itu ditandai dengan terjadi peristiwa intimidasi yang dalam berbagai bentuk, ada bentuk spanduk, ada bentuk ceramah provokatif di rumah ibadah, termasuk selebaran, aksi pengerahan massa yang pada hakekatnya sebuah intimidasi kepada masyarakat pemilih DKI Jakarta," kata dia.
"Ada juga yang dipaksa melakukan pernyataan menandatangani pernyataan-pernyataan untuk tidak memilih pasangan calon nomor dua," Pantas menambahkan.
Pantas juga menemukan pelanggaran yang dilakukan aparatur RT, RW, dan kelurahan dengan mendukung salah satu pasangan calon. Padahal, jelas-jelas mereka harus netral.
"Kami juga sudah sampaikan laporan ke bawaslu atas terjadinya, ada surat pemberitahuan RT/RW 03/10, Pondok Bambu, Jakarta Timur, yang intinya mengimbau warga untuk hadir dalam peresmian posko paslon nomor tiga Anies-Sandi," tuturnya.
Pantas juga menemukan betapa masif penggunaan tempat ibadah untuk kampanye.
Dia berharap bawaslu tegas menangani permasalahan tersebut agar memberikan efek jera dan tidak terjadi di kemudian hari.
"Jadi, banyak hal yang sudah kita laporkan tentang penggunaan ini, namun sangat disayangkan putusan bawaslu terlalu sumir dengan mengatakan bahwa ini adalah persoalan administrasi," kata dia.
"Jadi keputusan bawaslu tidak berikan efek jera terhadap pelanggaran yang secara tegas dicantumkan dalam UU tidak boleh. Tapi itulah yang terjadi," Pantas menambahkan.