Suara.com - Anggota Satuan Tugas Perlindungan Anak Indonesia Ilma Sovri Yanti mengingatkan para orangtua dan organisasi kemasyarakatan jangan mengajak anak untuk demonstrasi untuk kepentingan politik praktis, apalagi aksinya mengandung nilai-nilai intoleransi. Sangat berbahaya kalau anak sampai ketularan membenci orang lain yang beda keyakinan dan pilihan.
"Kami hanya mengingatkan kembali bahwa jangan melibatkan anak dalam kepentingan orang dewasa, entah itu kampanye politik atau kampanye yang mau tonjolkan satu komunitas tertentu," katanya di Tjikini Lima Cafe, Jalan Cikini, nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2017).
Jika orangtua sembarangan melibatkan anak-anak dalam kegiatan politik praktis, mereka akan kehilangan kesempatan untuk bermain dan belajar bersosialisasi dengan orang lain.
"Jika sudah terlabel, hak anaknya itu akan tercerabut. Itu akan merugikan hak anak secara keseluruhan. Dunia anak adalah dunia bermain untuk bersosialisasi, untuk pertumbuhan demi menciptakan dunia sosialnya sehingga perkembangan motoriknya dia dapat berpikir sesuai dengan usianya," kata Ilma.
"Ketika masuk dalam hal berat dan tidak mampu dia menerima itu, dia akan mengartikannya jauh dari harapan kita. Jangan kondisikan dia di luar batas kemampuannya," Ilma menambahkan.
Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang lengkap akan membuat mereka tidak mampu memahami persoalan secara penuh.
Misalnya, ketika orangtua menilai seseorang yang berbeda agama adalah kafir, anak pun akan mengikutinya.
"Itu hanya menggoreskan kebencian sejak dini. Dia hanya tahu kafir, tapi dia tidak tahu dengan benar apa itu kafir," kata Ilma.
Ilma mengingatkan jika kampanye pilkada Jakarta tetap mempertontonkan konten SARA dan pertikaian, sama artinya merusak pikiran anak-anak.
"Dari tahun 2005 sudah terjadi, ketika pilkada itu bebas. Itu mengganggu keharmonisan dalam pertemanan dan keluarga. Bahkan ada kasus rumah tangga keluarga yang rusak hanya karena beda pilihan. Yang paling parah sekarang," katanya.