Suara.com - Muncul wacana klasik belakangan ini yaitu tentang relasi agama dan politik. Sebagian kalangan menginginkan keduanya dipisahkan. Kalangan yang lain menegaskan keduanya tak bisa dipisahkan
Ketika meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat (24/3/2017), Presiden Joko Widodo menyampaikan harapan terkait hubungan agama dan politik. Jokowi menginginkan masyarakat dapat memisahkan keduanya, agama dari politik atau politik dari agama.
Apa yang disampaikan Jokowi merupakan reaksi atas berbagai fenomena yang berkembang dewasa ini. Agama dipakai sebagai alat untuk kepentingan politik.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin merespon pandangan Presiden Jokowi. Menurutnya agama dan politik tidak bisa dipisahkan. Harus saling menopang agar kehidupan berbangsa menjadi kuat.
Menanggapi beda pandangan tentang relasi agama dan politik, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj sependapat dengan Jokowi.
"Itu pendapat saya. Tidak ada agama dalam politik, dan tidak ada politik dalam agama, itu pendapat saya," kata Said saat ditemui usai menghadiri acara pelantikan pengurus pusat dan peringatan hari lahir Muslimat NU ke 71 di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (28/3/2017).
Said konsisten menolak politik dicampuradukkan dengan agama. Jika demikian yang terjadi bisa memicu pertikaian.
"Politik kalau dicampurkan dengan agama akan galak, akan radikal, akan mudah mengkafirkan, dan akan mudah mengganggap oposan menjadi kafir," tutur dia.