"Setelah menunggu sekian lama tapi alatnya tak ada, kami minta izin menyedot secara manual. Kebetulan kami ini orang medis juga, tapi tidak berhasil," bebernya.
Tak lama, sejumlah perawat akhirnya bisa membawa alat penyedot lendir dan langsung melakukan penindakan medis. Meski alat yang dibawa perawat tidak lengkap, lendir di tenggorokan Dania bisa dikeluarkan.
Setelah lendirnya tersedot keluar, kondisi Dania berangsur membaik. Bibirnya yang tadinya berwarna kebiruan kembali memerah. Tapi, kondisi itu tak bertahan lama. Sebab, bibir Dania kembali berwarna kebiruan.
Setelah berhasil menguasai rasa panik, Ira bergegas keluar ruangan mencari dokter AO. Penyedotan lendir kembali dilakukan. Namun, alat resusitasi pernapasan yang dibawa perawat tidak lengkap.
Baca Juga: KPAI: Berbahaya, Anak Diajari Kafirkan Sesama Anak
"Dokter AO bilang kepada perawat untuk menyiapkan tindakan emergensi. Tim perawat langsung berhamburan mengambil set emergency. Sewaktu diberikan ke dokter, ternyata balon ambubag (alat resusitasi pernapasan) tidak standby, tidak ada sungkup oksigen. Pada alat itu, hanya ada balonnya," terangnya.
Ira yang merupakan pegawai rumah sakit tersebut membantu mencari sungkup oksigen di ruang perawatan. Setelah menemukan dan dirakit, Ira menyerahkan alat itu ke dokter AO.
Sang dokter malah meminta izin ke Ira dan Junaedi untuk memberikan nafas buatan kepada Dania serta memasang alat bantu pernafasan.
Segala upaya itu ternyata tak berhasil. Kondisi Dania semakin memburuk dan malah menghembuskan nafas terakhirnya.
Ira menilai penyebab anaknya meninggal dunia adalah adanya kelalaian dokter AO.
Baca Juga: Polisi Cari Iwan Bopeng Nggak Ketemu, Panggil Sandiaga Cepat
"Keterlambatan alat, itu kelalaian. Seandainya alat emergensi itu standby, minimal kami punya waktu untuk merujuk Dania ke RS lain atau ke ruang emergensi (ICU)," kenangnya.