Suara.com - Semenjak mengajak umat Islam seluruh Indonesia mengikuti aksi Tamasya Al Maidah pada 19 April 2017, panitia Gerakan Kemenangan Jakarta yang dipimpin Kapitra Ampera mendapatkan banyak sekali intimidasi. Aksi yang digalang Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI dan Gerakan Kemenangan Jakarta ini dilakukan dengan cara memobilisasi warga untuk datang ke Jakarta untuk mengawasi tiap-tiap tempat pemungutan suara pada pilkada putaran kedua.
"Banyak sudah intimidasi, tidak terhitung," kata Wakil Ketua Gerakan Kemenangan Jakarta Farid Poniman kepada Suara.com, Selasa (28/3/2017).
Semenjak panitia Tamasya Al Maidah meluncurkan aplikasi pendaftaran yang bisa diunduh di Google Play Store sampai sekarang sudah hampir 100 ribu orang yang mendaftar.
Tapi setelah itu, kata Farid, muncul gerakan menolak aplikasi tersebut dengan cara menyerukan jangan pernah meng-install aplikasi. Sebaliknya, memberikan instruksi agar aplikasi tersebut terhapus.
"Akan di unread, begitu. Tapi, kami lawan dengan memberikan rating tinggi sehingga terjadi perimbangan antara yang undred dengan yang berikan bintang," kata Farid.
Bentuk intimidasi lainnya, kata dia, dilakukan lewat pesan WhatsApp dengan memasukkan berbagai konten tak senonoh.
"Macam-macam, Ada yang ke WA center kami yang nomornya ada di poster-poster, Itu dimasukkan video porno, dan lain-lain," kata dia.
Farid menyebut kalangan yang menolak aksi Tamasya Al Maidah menghalalkan segala cara.
Intimidasi lebih banyak disampaikan kepada panitia acara.
"Menakut-nakuti panitia. Tapi kalau menakuti umat, mereka kan sudah biasa," kata Farid.
Farid menekankan aksi Al Maidah bukan untuk memprovokasi atau bertujuan negatif. Peserta aksi bertugas untuk mengawasi jalannya pemungutan dan penghitungan suara agar tidak terjadi kecurangan, seperti yang pernah terjadi di pilkada putaran pertama.
"Peserta sudah dibekali untuk jangan sampai diprovokasi sehingga di TPS nanti benar-benar menjadi penyeimbang sehingga tidak ada Iwan Bopeng-Iwan Bopeng lagi. Tujuan kami supaya pemilih muslim bisa pilih dengan baik," kata dia.
Iwan Bopeng nama aslinya Fredy Tuhenay. Dia tokoh masyarakat yang marah-marah di tempat pemungutan suara nomor 27, Jakarta Timur, untuk membela warga yang tak dapat memberikan hak pilih dan keceplosan kata "potong tentara."
Pilkada Jakarta putaran kedua diikuti oleh dua pasangan kandidat: Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan - Sandiaga Uno.