HIPMI Minta Polri Perhatikan Kasus Kriminalisasi Dirut PT Tripat

Adhitya Himawan Suara.Com
Minggu, 26 Maret 2017 | 21:41 WIB
HIPMI Minta Polri Perhatikan Kasus Kriminalisasi Dirut PT Tripat
Ketua BPP HIPMI Bidang Organisasi, Anggawira . [Dok pribadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Lalu Azril Sopandi, Direktur Utama (Dirut) PT Tripat BUMD milik Pemkab Lombok Barat, sekaligus Sekretaris Umum BPD HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) NTB, enggan menyerah terhadap kasus hukum yang tengah menjeratnya.  Azril menganggap penahanan terhadap dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE menyalahi ketentuan penyidikan dan terdapat upaya kriminalisasi terhadap dirinya.  Atas hal itu, Azril menggugat balik Polda NTB dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram dengan didampingi kuasa hukumnya Raja Nasution,  pada Jumat, (17/3/2017) lalu. 

“Jelas, ada upaya kriminalisasi yang dilakukan terhadap saya.  Mulai dari pengaduan yang tidak memiliki dasar hukum kuat, hingga keganjilan selama proses penyidikan, hingga pengangkapan pada minggu lalu, ” kata Azril dalam keterangan resmi, Jumat (24/3/2017).

Ia juga mengaku pada saat dilakukan BAP kedua, Azril yang pada saat itu didampingi sang istri, dipaksa oleh Kasubdit II CSIO untuk menandatangani sejumlah dokumen yang terdiri dari Surat Perintah Penangkapan, Berita Acara Penangkapan, Surat Perintah Penahanan, Berita Acara Penahanan, dan Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti.  Namun, Azril enggan menandatanganinya karena tidak didampingi oleh kuasa hukum.  Terlebih, pada saat itu penyidik mengimbau Azril untuk datang tanpa membawa kuasa hukumnya dengan alasan mereka  hanya ingin ngbrol dulu. 

 

Baca Juga: HIPMI Kritik Freeport Tak Gandeng Pengusaha Lokal Papua

“Namun, ketika saya datang ke ruang BAP bersama istri, Kasubdit II CSIO memaksa saya untuk menandatangani surat- surat tersebut.  Karena tidak didampingi kuasa hukum saya pun enggan melakukannya, apalagi saat itu saya berada diawah tekanan dan merasa sudah dibohongi oleh penyidik,” kata Azril seraya mengaku kecewa dengan sikap Kasubdir II CSIO yang juga sempat melontarkan kalimat kasar terhadap istrinya. 

Ditemui secara terpisah, Ketua BPP HIPMI Bidang Organisasi, Anggawira meminta Polda NTB untuk mengusut kasus ini berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku guna mencegah upaya kriminalisasi terhadap Azril. Terlebih, ia melihat adanya keganjilan terhadap penahanan Azril. 

 “Ya, makanya saya minta kepada Polda NTB umtuk menelaah lebih dalam mengenai  kasus dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE  oleh saudara Azril. Karena, yang kita lihat disini seperti ada upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum- oknum untuk kepentingan tertentu,” kata Anggawira. 

Adapun bila merujuk kepada Kitab Undang- undang, lanjut Anggawira, tentang pencemaran nama baik, seharusnya pelapor tidak memiliki hak untuk melayangkan laporan terhadap Azril karena dalam hal ini yang dirugikan bukan sang pelapor melainkan Azril sendiri yang kini menjadi pesakitan di ruang tahanan Polda NTB. 

“Mengacu pada Undang- undang, seseorang baru bisa dikatakan mencemarkan nama baik seseorang, bila hal itu telah tersebar luas ke publik dan merugikan si pelapor. Namun, dalam kasus ini justru kebalikannya, saudara Azril lah yang sebenarnya telah dirugikan karena pelapor mengabaikan segala etika baik yang dilakukan Azril dalam menagih hutang ke pelapor yang selama ini seperti diabaikan,” kata Anggawira menjelaskan.

Pembelaan dari Kemenkominfo

Kasus Azril ini rupanya mendapat perhatian dari Kemenkominfo.  Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kemenkominfo, Teguh Arifiyadi pun ditugaskan untuk menjasi saksi ahli UU ITE dalam sidang pra peradilan Selasa, (21/3/2017) lalu di PN Mataram.  Teguh menemukan keganjilan dalam penerapan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ia mempertanyakan mengapa percakapan privasi antara 2 orang berisi kata- kata yang mungkin tidak pantas dalam messenger facebook bisa dijadikan bukti untuk menjerat seseorang atas tuduhan penghinaan atau pencemaran nama baik.  Dikhawatirkan, jika kasus ini terus bergulir, dan Azril dinyatakan bersalah di sidang perkara, maka bisa jadi preseden dikemudian hari bahwa percakapan privat antara dua orang yang mengandung unsur kemarahan, atau emosional bisa berujung penjara. 

Seperti diketahui, penahanan terhadap Azril bermula dari laporan seorang ke Polda NTB. Laporan tersebut membeberkan isi percakapan dirinya dengan Azril via inbox di Facebook. Percakapan tersebut, diketahui terkait utang- piutang. Saat itu Azril bermaksud menagih sejumlah uang yang dipinjam pelapor untuk keperluan sebuah proyek. 

Namun, dalam upaya tersebut ada bahasa yang dirasa pelapor sebagai bentuk penghinaan. Hal itu lantas dilaporkan pelapor ke Subdit II Cyber Crime Ditreskrimsus Polda NTB.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI