Apakah Perlu Pedofil Direhabilitasi?

Ardi Mandiri Suara.Com
Minggu, 26 Maret 2017 | 06:34 WIB
Apakah Perlu Pedofil Direhabilitasi?
Polisi rilis tersangka yang menjadi anggota grup pedofilia bernama Official Candys Group. [Suara.com/Agung Sandy Lesmana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pedofilia adalah salah satu kelainan seksual yang menjadikan pelakunya terobsesi melakukan dan melampiaskan hasrat seksualnya terhadap anak-anak di bawah umur. Saat ini modus para pedofil makin beragam seiring perkembangan teknologi seperti yang berhasil diungkap Polda Metro Jaya setelah menangkap empat pelaku pada awal Maret 2017.

Mereka memanfaatkan media sosial Facebook sebagai sarana melakukan tindakan tidak terpuji tersebut dengan mengunggah video kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Mochammad Iriawan dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (14/3) menyatakan Subdit VI Cyber Crime Polda Metro Jaya menangkap empat orang pengelola (admin) dari grup Facebook bernama Official Candy's Group.

Grup itu dijadikan wadah berbagi video dan foto yang memuat konten pornografi anak. Diperkirakan lebih dari 7.000 anggota aktif di dalam grup tersebut.

Para admin bertugas menerima anggota baru serta mengeluarkan anggota yang tidak aktif atau tidak ikut mengirimkan gambar atau video pelecehan anak di bawah umur. Polisi mencatat setidaknya ada 500 film dan 100 foto bermuatan pornografi anak dalam grup Facebook "Official Candy's Groups".

Para anggota grup harus rutin mengirim video atau gambar pornografi anak terbaru yang belum pernah dikirim ke grup manapun. Apabila tak melakukannya, para pelaku yang berperan sebagai admin grup akan memberikan sanksi.

Dua dari empat pelaku yang berhasil diamankan polisi ternyata masih di bawah umur sehingga mereka dikirimkan ke Kementerian Sosial.

Saat ini SH (16) dan DF (17) yang masih usia anak berada di Rumah Perlindungan Sosial Anak (Shelter) Kementerian Sosial di Bambu Apus, Jakarta.

Di RPSA mereka akan menjalani proses pemulihan trauma dan trauma konseling hingga terjadi perubahan perilaku.

Kemensos menyiapkan tim sebanyak 18 orang terdiri dari para pekerja sosial, tenaga medis, dan psikolog yang bertugas memberikan pendampingan dan advokasi sosial, membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak serta memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial anak.

Seperti kasus kekerasan seksual lainnya, pemulihan sangat diperlukan baik bagi pelaku maupun korban, karena biasanya korban yang mengalami kekerasan seksual pada masa kecil sangat trauma dan kemungkinan besar mereka juga akan menjadi pelaku.

Beberapa kasus yang berhasil diungkap sebelumnya menunjukkan bahwa pelaku dulunya pernah menjadi korban, sehingga kekerasan seksual semacam ini akan melahirkan predator baru.

Karena itulah, pemulihan dan konseling sangat penting diberikan hingga tuntas sehingga mereka bisa kembali hidup normal dan juga mencegah munculnya kasus-kasus serupa di masa yang akan datang.

Ancaman Generasi Bangsa Kedua pelaku yang masih usia anak adalah admin dari grup pedofil di medsos, mereka dirujuk Polda Metro Jaya pada Jumat (10/3) pukul 21.00 WIB ke penampungan. Sesuai prosedur tetap maka keduanya ditampung di Rumah Antara. Di tempat ini, tim akan melakukan registrasi, observasi, dan terapi awal.

Mereka maksimal akan menjalani proses "assesment" selama sebulan di Rumah Antara. Apabila proses tersebut selesai dan telah ditemukan bentuk penanganan yang tepat, mereka akan dipindahkan ke asrama yang juga berada di komplek penampungan.

"Karena mereka masih berusia anak, maka selama proses penyidikan berjalan mereka tidak boleh ditahan di penjara. Maka mereka dititipkan di Shelter Kemensos di Bambu Apus. Sekarang proses observasi dan terapi masih terus berjalan, tapi memang belum sangat mendalam karena mereka masih harus bolak-balik menjalani pemeriksaan di Polda Metro," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.

Perilaku pedofilia, memunculkan keprihatinan Khofifah karena menurut dia sangat jahat dan sadis serta merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal tersebut karena saat ini, pemerintah tengah berupaya keras memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa lewat revolusi mental dan karakter.

Namun dengan perilaku yang menyimpang bahkan merusak generasi penerus bangsa itu, akan mengancam anak-anak sebagai sumber daya manusia Indonesia ke depan.

"Menurut saya ini sangat sadis, sangat jahat. Kalau pemerintah saat ini tengah membangun revolusi mental dan membangun revolusi karakter secara sistemik. Investasi SDM kita dan keluarga tereduksi begitu mudahnya oleh perilaku yang sangat jahat, sangat sadis," ujar Khofifah.

Karena itu, selain rehabilitasi bagi pelaku yang masih usia anak, pelaku dewasa juga perlu diganjar dengan hukuman yang berat.

Hukum di Indonesia sudah sangat maju dalam memberikan perlindungan pada anak yaitu dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelaku kekerasan seksual.

Dalam revisi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah mengatur hukuman yang memberatkan dan hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual.

Pemberatan hukuman berupa hukuman seumur hidup atau hukuman mati diberikan bagi pelaku yang melakukan kejahatan seksual dengan berkelompok, dengan bersengaja, dan menyakiti dengan dampak yang berkepanjangan.

Sementara hukuman tambahan baik berupa kebiri, publikasi identitas pelaku atau pemasangan pendeteksi elektronik atau chip.

DPR juga sudah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.

Namun Kemensos pada revisi kedua UU Perlindungan Anak tugasnya adalah menyiapkan konselor untuk rehabilitasi sosial baik pelaku, korban, maupun keluarga korban yang saat ini sudah berjalan. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI