Suara.com - Calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut dua, Djarot Saiful Hidayat, menanggapi terkait meningkatnya intoleransi di DKI Jakarta berdasarkan hasil survei lembaga Populi Center.
Djarot menilai, beredarnya spanduk provokatif yang marak terjadi masa putaran kedua Pilkada jadi salah satu penyebab intoleransi di ibu kota.
"Gimana nggak intoleran ya, bagaimana masyarakat bisa toleranlah, kalau dibombardir seperti itu (spanduk provokatif) terus," kata Djarot di Jati Padang, Jakarta Selatan, Jumat (24/3/2017).
"Makanya saya memberikan apresiasi kepada aparat kepolisian dan pemerintah untuk menurunkan spanduk-spanduk yang mendorong masyarakat untuk tidak toleran, saya apresiasi itu," lanjut Djarot.
Baca Juga: Kerja Jadi PRT, Perempuan Ini Rupanya Informan Perampok
Djarot menjelaskan, lebih dari 700 spanduk bernada provokatif telah diturunkan Satpol PP Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Mantan Wali Kota Blitar itu lantas mempertanyakan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) yang tidak peka melihat adanya spanduk-spanduk yang bertebaran di masa kampanye putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
"Yang saya lihat, saya dengar, yang diturunin spanduk-spanduk provokatif itu sudah lebih dari 700 spanduk, siapa yang bikin itu loh itu. Itu kok Panwaslu diem aja," ujar Djarot.
"Ya pasti kan ada yang bikin, masa masang dan nempel sendiri, segitu banyak bentuknya macam-macam, kalimatnya hampir sama," sambung Djarot.
Djarot pun meminta Panwaslu bekerja aktif ikut berperan dalam membangun torelansi dalam berdemokrasi di ibu kota Jakarta.
Baca Juga: Gelar Pengajian Rayakan Ultah, Krisdayanti: Kayak Kawinan
"Ya bahwa Panwaslu itu juga ikut dong berperan kalau gitu. Kita ingin membangun toleransi sesama warga kita, itu yang perlu kami sampaikan yang pertama. Yang kedua, kita semua itu bertanggung jawab untuk menjaga Jakarta dari satu ancaman," ucap Djarot.
Lebih jauh, Djarot mengaku jadi teringat dengan pesan dari almarhum mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, ketika aktif menjadi wakil Gubernur DKI Jakarta.
Kala itu, kata Djarot, almarhum mengatakan bahwa bangsa Indonesia tengah menghadapi dua ancaman yang sangat serius. Salah satunya adalah terkait radikalisasi.
"Beliau (almarhum KH Hasyim Muzadi) bilang, kita itu menghadapi dua ancaman besar pada bangsa ini. Satu narkoba. Nah beliau bilang ancaman kedua, radikalisasi. Makanya beliau melakukan proses deradikalisasi, jadi disampaikan bahwa intoleransi itu terkait dengan menjadi semakin radikal, tidak saling harga-menghargai satu sama lain ini yang perlu kita waspadai di Jakarta," tandasnya.
Sementara itu, berdasarkan survei Populi Center yang dirilis, Kamis (23/3/2017), menunjukkan 71,4 persen warga menilai intoleransi di ibu kota sudah dalam taraf mengkhawatirkan.
"Kalau kita mau cek, tidak ada pendidikan politik. Yang ada itu sebenarnya bagaimana intoleran dan isu SARA, itu mengerikan. Potret itu sangat tinggi bagaimana bapak, ibu, saudara itu yang menjawab sangat mengkhawatirkan, yang menjawab sangat mengkhawatirkan itu 71,4 persen," kata Direktur Populi Center, Usep S. Ahyar.
Usep menduga, intoleransi disebabkan masa kampanye yang begitu lama dan diwarnai isu SARA.
"Dan itu terutama menurut dugaan kami disumbangkan saat kampanye dengan berita hoax dan tidak ada faktanya dan nyerempet isu SARA," kata Usep.
Pilkada Jakarta putaran kedua diikuti pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.