Bahas RUU Penyiaran, Misbakhun Pertanyakan Kepemilikan Frekuensi

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 22 Maret 2017 | 14:58 WIB
Bahas RUU Penyiaran, Misbakhun Pertanyakan Kepemilikan Frekuensi
Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Golkar Muhammad Misbakhun. [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sistem demokrasi sipil seperti di Indonesia, media menjadi pilar ke-4, yaitu kebebasan pers. Keberadaan RUU Penyiaran menjadi penting untuk menempatkan kebebasan pers dalam sebuah gambar besar republik ini untuk melangkah ke depan. Sebagaimana dipaparkan pengusul RUU Penyiaran, anggota Komisi I DPR RI, Meutia Hafidz, frekuensi adalah hak Negara, dimana Negara bisa melakukan penguasaan sepenuhnya.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Mukhamad Misbakhun berpandangan, secara implementatif, bagaimana UU Penyiaran menempatkan haknya Negara pada posisi yang strategis. Menurutnya, jangan sampai Negara mengatakan frekuensi milik Negara. Namun, saat implementasi, daya jangkau kekuasaan negara dalam mengatur frekuensi menjadi terbatas. Akhirnya, kewenangan Negara berkurang, yang menentukan kemudian mekanisme pasar (pemilik modal).

“Kalau kita melihat bagaimana menjadi industri, modal itu yang menjadi penentu. Dia (modal) bisa menggiring opini,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulis, Rabu (22/3/2017).



Menurutnya, pengalaman pemilihan presiden 2014, dan pemilihan gubernur DKI beberapa waktu lalu, bisa dijadikan pelajaran bersama. Seakan peran Negara tereliminasi karena terlalu technical. Sementara, peran TVRI menjadi hilang, meskipun daya jangkaunya luar biasa.

Terkait UU Penyiaran yang ada saat ini, politisi Golkar itu mengambil contoh sederhana, yakni TV yang bersifat nasional yang memiliki daya jangkau nasional, seharusnya memperluas kehadirannya di tingkat nasional dengan mendirikan stasiun-stasiun daerah. Pada prakteknya, itu tidak berjalan. Dan, kita membiarkan itu terjadi dan banyak memberikan dispensasi, ketika kekuatan modal berusaha menghindari dan menyiasati aturan-aturan itu.

“Dimana frekuensi itu milik Negara? Ini yang harus menjadi perhatian utama. Jangan sampai kehadiran Negara tereliminasi oleh industri sendiri. Karena apa? Kalau sudah masuk ke industri akan masuk ke mekanisme pasar, akhirnya yang kuat pemodal,” tanya dia.

Diketahui, amandemen RUU Penyiaran masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas 2017 yang sudah disepakati antara DPR dan Pemerintah. Sebagai pengusul RUU ini adalah Komisi I DPR.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI