Suara.com - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsudin membeberkan hasil percakapannya dengan Presiden Joko Widodo usai peristiwa demonstrasi pada 4 November 2016. Salah satu tuntutan dalam demonstrasi 4 November yaitu agar Basuki Tjahaja Purnama dijadikan tersangka kasus dugaan penodaan agama.
Ketika itu, Din menemui Presiden Jokowi dan dalam pertemuan tersebut Din mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan reaksi umat muslim karena merasa tidak mendapatkan keadilan.
"Pertama ketidakadilan ekonomi. Islam yang tadinya kokoh secara ekonomi, kini sudah tidak lagi. Kita semua tertatih-tatih, menangis. Mereka yang tidak lagi sabar, ya pakai otot," kata Din di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2017).
Kedua, aksi tersebut terjadi karena didorong adanya ketidakadilan dari sisi penegakan hukum. Din mengatakan ketika itu ada anggapan perlakuan khusus terhadap tokoh tertentu.
"Tadi Pak Tito (Kapolri Jenderal Tito Karnavian) menantang kita apa jalan keluarnya? Saya kira unsur fiqih berlaku di sini. Jihad konstitusi. Mengubah UU. Sistem nilai tukar dan sistem devisa," ujar Din.
Selain itu, keberpihakan negara terhadap masyarakat juga harus ada. Seandainya negara memberlakukan sistem di setiap daerah harus ada satu produk tertentu, maka Indonesia tidak akan lagi terlalu membutuhkan dukungan negara asing. Dan itu bisa mensejahterakan rakyat Indonesia sendiri.
"Kalau ada inter state trade saja, hidup orang Indonesia. Bahkan ada kelebihan-kelebihanya. Sistem one distric one product. Tinggal iatur saja. Sebenarnya kita tidak perlu banyak dukungan luar negeri. Daripada malah modal mereka menguasai dan mendikte politik kita," tutur Din.
"Jalan keluarnya tidak lain, harus ada afirmative action, keberpihakan negara," Din menambahkan.