Sangkal Tuduhan ACTA, Polisi Tampikan Testimoni Rubby di Sel

Senin, 20 Maret 2017 | 19:49 WIB
Sangkal Tuduhan ACTA, Polisi Tampikan Testimoni Rubby di Sel
Wakapolres Metro Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Adex Yudiswan (kedua dari kanan), saat menjelaskan kondisi tahanan bernama Rubby. [Suara.com/Agung Sandy Lesmana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polres Metro Jakarta Barat menampik tuduhan Advokat Cinta Tanah Air yang menyebut ada perlakuan diskriminasi terhadap Rubby Peggy Prima, tersangka kasus dugaan penganiayaan seorang pendukung pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, Wawan.

Guna menyangkal tuduhan ACTA, Rubby diberikan kesempatan menyampaikan testimoninya selama mendekam di rumah tahanan Polres Metro Jakarta Barat.

Dalam posisi membelakangi awak media, Rubby menjawab pertanyaan yang disampaikan Wakapolres Metro Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Adex Yudiswan. Rubby awalnya menjelaskan identitasnya dan tempat tinggalnya secara singkat.

"Nama saya Rubby Peggy, agama Islam, tinggal di Tambora," kata Rubby di Mapolres Metro Jakarta Barat, Senin (20/3/2017).

Rubby kemudian melanjutkan dengan menjawab pertanyaan Wakapolres soal perkara kasus yang berujung dirinya mendekam di penjara.

"Kamu apa yang melatarbelakangi sampai saudara ada di kantor polisi?," tanya Adex.

"Perkelahian pak," jawab Rubby singkat.

Kemudian, Rubby juga menjawab soal pertanyaan pekerjaan yang biasa digelutinya di tempat tinggal. Dia mengaku sering memberikan pemahaman agama kepada warga Jalan Kali Anyar 6, RT 11/RW 3, Tambora, Jakarta Barat. Namun, pekerjaannya bukan sebagai guru ngaji. Rubby hanya aktif di organisasi remaja masjid di tempat tinggalnya.

"Saya lebih condong ke mengajarkan akhlakul kharimah, bukan ngajar ngaji. Tapi bisa sedikit-sedikit ngaji dan bantu-bantu," katanya.

Selanjutnya, Rubby diminta menjelaskan perihal potongan rambut pendeknya yang diduga dilakukan anggota polisi. Dia menampik mendapatkan perpeloncoan di dalam penjara terkait adanya pemotongan rambut tersebut.

"Karena keinginan saya sendiri, Pak. Ingin merapikan rambut saya agar terlihat lebih rapi, lebih segar. Bisa dibilang saya mau buang sial, Pak," katanya.

Lebih lanjut, Rubby juga menjelaskan bahwa orang yang mencukur rambutnya adalah rekannya sesama tahanan Polres Metro Jakarta Barat. Awalnya, dirinya mengaku ingin mencukur bulu kumis. Namun karena rambutnya sudah kelihatan panjang, akhirnya Rubby sekaligus memotong rambutnya.

"Yang cukur juga teman satu sel, Pak. Namanya Monty. Cukurnya pakai mesin cukur," kata Rubby.

Selanjutnya, polisi juga turut menghadirkan Monty, rekan satu sel Rubby, guna menjelaskan soal dirinya yang memotong rambut Rubby.

"Saya cukur pakai mesin clipper, Pak. Pinjam milik petugas. Dia (Rubby) minta tolong ke petugas di situ, baru petugas itu menyampaikan pada saya, setelah itu saya cukur," kata Monty.

Kemudian testimoni Rubby dilanjutkan. Dia juga membeberkan soal alat potong rambut yang berada di dalam sel. Namun, dia mengaku tak tahu-menahu bagaimana alat tersebut bisa ada.

"Memang sudah ada. Tapi saya kurang tahu disediain siapa," kata Rubby.

Selanjutnya, Rubby juga mengaku berkeinginan untuk membuka usaha potong rambut di sel.

"Karena saya jujur, mau buka potong rambut. Sambil belajar, nanya-nanya," jelasnya.

Selain itu, Rubby juga diminta untuk menjelaskan apakah ada perlakukan diskriminatif seperti tuduhan ACTA, bahwa ada pelarangan salat di dalam sel.

"Untuk dilarang salat, tidak Pak, ya. Sejak penangkapan sampai sekarang bisa (salat) Pak," katanya.

Rubby juga mengaku tak mengetahui adanya pelaporan ACTA ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Sebab menurutnya, selama berada di sel, dirinya tidak pernah bercerita soal kondisi dirinya kepada orang lain.

"Tidak ada. Secara pribadi saya tidak tahu permasalahan yang ada di luar. Mungkin ada orang lain (yang bicara begitu)," jelasnya.

Di penghujung testimoninya, Rubby juga membeberkan bahwa pihak kepolisian menyediakan pula keperluan tahanan untuk melaksanakan ibadah. Dia mengaku awalnya tidak mengetahui apabila ada perlengkapan shalat di sekitar ruang tahanannya.

"Di situ sudah difasilitasi sarung, cuma saya tidak tahu. Berhubung sudah jam jenguk, jadi saya langsung buru-buru melaksanakan salat Zuhur. Karena saya sudah ketinggal, udah mepet," katanya.

Setelah berakhirnya keterangan Rubby, Adex kembali mengklarifikasi bahwa tuduhan adanya tindakan diskriminasi terhadap para tahanan adalah tidak benar.

"Tidak ada. Saya yakin. Jujur," kata Adex.

Sebelumnya, ACTA dilaporkan mendatangi Komnas HAM pada Jumat (17/3/2017), guna mengadukan kondisi Rubby yang disebut memprihatinkan di dalam sel. Rambut Rubby disebutkan dipotong gundul dan hanya diperbolehkan menggunakan celana pendek.

"Menurut kami ini merupakan kekerasan psikologis yang bisa melanggar HAM," kata salah satu anggota ACTA Ali Lubis, saat itu.

ACTA juga memprotes perlakuan anggota Polres Metro Jakarta Barat yang menurutnya hanya memperbolehkan Rubby menggunakan celana pendek saat menunaikan salat.

"Kami sudah protes langsung dengan penyidik (Polres Jakarta Barat), karena tidak layak digunakan untuk salat, namun dikatakan bahwa hal itu sudah menjadi prosedur tetap mereka," katanya.

"Kami melihat klien kami ini sedang salat, namun sempat kami protes. Mereka (penyidik) mengatakan itu sudah prosedur. Jadi kami protes, ketika celana pendek kenapa dipakai untuk salat. Jadi kami juga telah protes, kenapa tidak pakai sarung atau celana panjang," ungkap Ali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI