Suara.com - Ketika kemiskinan sudah mengakrabi kehidupan, hanya kehampaan yang mampu membuat pikiran si miskin membuncah, dan memilih kematian tak lazim sebagai solusi akhirnya. Seperti halnya Pahinggar Indrawan, sopir taksi online, yang memilih gantung diri ketika ditinggal sang istri, DF.
Kisah Pahinggar, warga Jalan Kemenyan Nomor 5, RT 8 RW 5, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, menyeruak di tengah polemik kasus korupsi e-KTP maupun wafatnya mantan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, yang juga menjadi topik hangat pekan ini.
Betapa tidak, Pahinggar menyiarkan secara langsung melalui akun Facebook, detik-detik prosesi gantung diri yang dilakukannya, Jumat (17/3/2017). Keputusan Pahinggar terbilang kontroversial bahkan untuk ukuran masyarakat Indonesia yang dikenal permisif.
Widodo, tetangga Pahinggar, menjadi salah seorang yang tak memercayai keputusan pria tersebut. Indra, begitu Pahinggar biasa disapa oleh Widodo, semasa hidup di daerah itu dikenal sebagai orang baik dan pandai bergaul.
Baca Juga: Bahas Perlindungan WNI, Menlu Retno Kunjungi Malaysia
"Saya kaget juga, orang-orang di sini juga pada tidak tahu. Selama ini, Indra bergaul biasa saja, sering bercerita, tidak pernah cerita masalah keluarganya. Malah dia sering bercanda, orangnya baik, makanya saya kaget juga," kata Widodo di depan rumah Indra, Sabtu (18/3/2017).
Sepengetahuan Widodo, Indra adalah sopir mobil sewaan yang berafiliasi dengan perusahaan ojek berbasis aplikasi (taksi online). Indra tak pernah mengeluh mengenai persoalan kehidupan keluarga kepada dirinya.
Karenanya, Widodo mengakui baru mengetahui Indra terbelit masalah pelik dalam kehidupan rumah tangga ketika melihat “curhatan” tetanggnya itu di Facebook.
"Mungkin masalah ekonomi juga sih. Tapi kami tidak tahu persis. Saya baru tahu ketika baca update status dia di Facebook," katanya.
Menurut versi Widodo, Indra dan istrinya kerap terlibat percekcokan. Tak jarang pula, setelah keributan di dalam rumah, sang istri pergi meninggalkan Indra bersama anak-anaknya.
Baca Juga: Banyak 'Pembonceng' Ambil Keuntungan dari Kasus Korupsi e-KTP
”Saya kira, istri Indra pergi ke rumah pamannya kalau sehabis ribut,” tukasnya.
Ia mengakui, percekcokan Indra dan istri adalah cerita biasa di kalangan tetangga. “Sudah biasa, makanya saya tidak pernah berpikir sampai seperti ini (Indra gantung diri),” imbuhnya.
Pahinggar, pria yang baru berusia 35 tahun, ditemukan sudah tak bernyawa dan diduga kuat karena bunuh diri. Aksi tersebut membuat heboh publik, karena dia merekam aksi secara live di Facebook. Video berdurasi 1 jam dan 46 menit tersebut kemudian viral di media sosial.
"Saksi melihat korban sudah dalam posisi tergantung menggunakan tali tambang warna biru yang diikat di kayu plafon dan sudah meninggal dunia," kata Kepala Bidang Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Polisi Purwanta.
Polisi yang mendapatkan laporan, segera datang ke TKP. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan telepon genggam merek Oppo type A 37F warna emas dalam posisi merekam kejadian.
Sementara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), sudah meminta masyarakat berhenti menyebar ulang video aksi Indrawan itu ke media-media sosial.
“Kami sangat berharap siapa pun yang memiliki video tragedi itu, baik perorangan atau kelompok, tidak lagi menyebarkan video itu ke media-media sosial. Bagi yang terlanjur mengunggah, kami mohon segera dihapus,» tutur Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semmy Pangerapan.
Ia mengatakan, penyebarluasan video itu tidak bakal berdampak positif. Sebaliknya, video itu justru bakal menimbulkan ekses kalau terus disebarluaskan. Misalnya, menginspirasi individu yang juga memunyai kecenderungan sama seperti Indrawan.
Selain itu, sambung Semmy, menyebarluaskan video itu juga tidak berkesesuaian dengan nilai-nilai kemanusiaan serta Pasal 28 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
”Penyebaran video gantung diri itu menyalahi Pasal 28 UU ITE, yang mengatur tentang penyebaran informasi menyesatkan dan dapat merugikan. Tapi, prinsipnya, tgragedi seperti itu tidak laik dipertontonkan,” katanya.
Hal yang sama juga berlaku bagi media-media massa. Ia berharap, awak media tidak mengeksploitasi jati diri pelaku bunuh diri tersebut sehingga meninggalkan bekas mendalam bagi keluarga ataupun anak-anaknya.