Berkas Dakwaan Kasus Korupsi e-KTP Dikritik Terlalu Tebal

Sabtu, 18 Maret 2017 | 12:17 WIB
Berkas Dakwaan Kasus Korupsi e-KTP Dikritik Terlalu Tebal
Mantan Mendagri Gamawan Fauzi hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2017). [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Chairul Imam menyoal isi dakwaan yang terlalu panjang terkait kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis Elektronik (e-KTP) dengan terdakwa mantan pejabat Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan Irman. Pasalnya terdapat 121 halaman dalam berkas dakwaan tersebut.

"Ada 221 halaman saya takut nanti habis baca sampai di tengah, bahkan nama terdakwa sudah lupa di depan," ujar Chairul dalam diskusi bertajuk 'Perang Politik E-KTP' di Warung Daun, Cikini, Sabtu (18/3/2017)

Ia menuturkan bahwa ketika dahulu, dalam menyusun dakwan, terlebih dahulu jaksa menuliskan nama-nama terdakwa hingga unsur delik yang melanggar. Namun kata Chairul berbeda dengan sekarang, meski halamannya tebal tidak secara jelas menyebut tindak pidana korupsi yang melanggar.

Baca Juga: PKS: Kasus e-KTP Jangan Jadi Ajang Balas Dendam ke Rezim Lama

"Kalau dulu unsur nama-nama terdakwa, lalu yang ditulis disitu unsur deliknya kemudian melanggarnya unsur delik itu apa, unsur delik fakta perbuatan. Kalau sekarang 121 halaman ini tebal dari majalah, TPK (Tindak Pidana Korupsi) mana yang melanggar hukum tidak jelas, mana yang merugikan negara, kalau saya cenderung jangan terlalu panjang lah, pendek asal mengena, "kata dia.

Sementara itu, Peneliti ICW (Indonesia Corruption Watch Agus Sunryanto menilai tebalnya dakwaan kasus E-KTP yang diduga melibatkan banyak pihak, tidak semua nama yang tercantum diproses secara hukum.

"Menurut saya dari beberapa kasus yang ditangani KPK tidak semua nama yang tercantum diproses, " ucap Agus.

Ia menduga KPK belum memproses hukum pihak-pihak yang diduga terlibat karena belum menemukan bukti-bukti yang ada.

" Menurut saya KPK belum menemukan (kesalahan), belum ketemu buktinya karena jelas faktanya sudah ada yang mengembalikan sampai Rp 250 miliar. Kalau normatif kesaksian terdakwa kan bisa jadi alat bukti, dan terlalu berjudi KPK kalau mencantumkan sesuatu, tapi dia tidak punya alat bukti. Dan saya sepakat ini akan lama prosesnya," tandasnya.

KPK, dalam kasus ini, sudah menetapkan dua mantan pejabat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Irman dan Sugiharto sebagai terdakwa.

Irman adalah mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri. Sedangkan Sugiharto adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil Kemendagri, saat terjadinya kasus tersebut. Dalam proses lelang proyek e-KTP, Sugiharto juga bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

KPK, dalam surat dakwaan yang dibacakan pada sidang perdana pekan lalu, menyebut kedua mantan pejabat itu memperkaya diri sendiri dan orang lain.

Kedua terdakwa diduga tidak sendirian melakukan aksi rasuah. KPK menyebut terdakwa turut dibantu Andi Agustinus alias Andi Narogong yang menjadi penyedia barang dan jasa di Kemendagri.

Mereka juga dibantu Isnu Edhi Wijaya (ketua konsorsium Percetakan Negara RI), Sekjend Kemendagri Diah Anggraini, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR 2009-2014 Setya Novanto, dan Drajad Wisnu Setyawan sebagai ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil tahun 2011.

Diduga, sebanyak Rp2,3 triliun dari total Rp5,9 triliun dana proyek itu mengalir ke sejumlah pejabat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI