Suara.com - Satu pekan terakhir, masyarakat DKI Jakarta—terutama warga kelas menengah—diributkan dengan kemunculkan aplikasi telepon seluler berbasis android bernama “Tamasya Al-Maidah”.
Aplikasi itu dibuat untuk mengajak orang luar ibu kota datang sebagai saksi di tempat pemungutan suara (TPS), saat putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI digelar, Rabu (19/4/2017).
Namun, Eva Kusuma Sundari, anggota tim pemenangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) menilai aplikasi itu merupakan intervensi yang menganggu kontestasi politik tersebut.
Baca Juga: 'Keluarga Cendana' Dukung Rivalnya, Ahok: Sudah Tidak Zaman
Eva menduga, aplikasi seperti itu sengaja dibuat oleh kelompok-kelompok lawan atau yang tak suka terhadap sepak terjang politik Ahok-Djarot.
“Menurut saya, kalau mereka menggunakan aplikasi ‘Tamasya Al-Maidah’, sudah tidak etis itu. Tapi silakan saja, karena toh, berdasarkan survei Partai Golkar misalnya, ada kecenderungan calon pemilih sudah muak dengan isu politisasi agama,” tutur Eva, Jumat (17/3/2017).
Ia mengatakan, politisasi agama mulai muncul dan marak ketika masa kampanye putaran pertama pilkada. Salah satu isu yang paling santer digulirkan adalah, ‘menola pemimpin yang menistakan agama’.
Namun, Eva menilai, isu-isu tersebut justru tidak sejalan dengan amanat kitab-kitab suci keagamaan seperti Al Quran, yakni mencerdaskan umat.
“Semua orang pasti setuju agamanya tidak mau dinistakan. Tapi, aksi-aksi politisasi agama justru nista. Itu tidak sehat, karena masyarakat tidak dicerdaskan melalui isu-isu seperti itu, tak seperti tujuan dan amanat Al Quran misalnya,” jelas Eva.
Baca Juga: Mau Kabur, Pencuri Kendaraan Tewas Tertembus Timah Panas