Muncul Aksi Tamasya Al Maidah, Djarot: Aneh-aneh Saja

Jum'at, 17 Maret 2017 | 19:10 WIB
Muncul Aksi Tamasya Al Maidah, Djarot: Aneh-aneh Saja
Djarot Saiful Hidayat makan di Warteg Haji Djarot saat blusukan ke Bhakti Tanggul RT1/RW7 Penjaringan, Jakarta utara, Jumat (17/3/2017). [Suara.com/Ummi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil gubernur Jakarta petahana Djarot Saiful Hidayat menganggap aneh rencana aksi yang digalang Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI dan Gerakan Kemenangan Jakarta memobilisasi massa dari daerah untuk datang ke tempat-tempat pemungutan suara agar dapat mengawasi proses pilkada Jakarta putaran kedua yang akan diselenggarakan 19 April 2017.

"Aneh-aneh saja, lucu-lucu saja," ujar Djarot di Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (17/3/2017).

Djarot tidak mau mengomentari terlalu jauh gerakan tersebut.

"Tanyakan pada para ulama para kyai boleh nggak seperti itu, bisa nggak agama digunakan tamasya seperti itu, saya nggak bisa jawab saya bukan ulama," kata dia.

Mantan Wali Kota Blitar tidak mau menanggapi terlalu jauh karena khawatir dianggap menistakan agama.

"Tanyakan pada para ulama, para kyai para ustadz karena memainkan ayat-ayat suci, nanti kalau aku ngomong, aku dilaporin lagi habis Pak Ahok ," kata Djarot.

Ketika ditanya apakah ada kekhawatiran gerakan tersebut mengurangi tingkat elektabilitas, Djarot bertanya balik, apakah itu ancaman bagi keutuhan NKRI.

"Tergantung nanti aku harus bagaimana, ancaman serius nggak, bukan ancaman serius terhadap pilkada, ancaman serius nggak kepada keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ancaman serius nggak Bhinneka Tunggal Ika, ancaman serius nggak pada ideologi Pancasila, ancaman serius nggak terhadap Undang-Undang Dasar 1945 itu bukan pada pilkada aja," kata dia.

Salah satu penggagas Program Tamasya Al Maidah, Kapitra Ampera, mengatakan sehari setelah pendaftaran dibuka pada Rabu (15/3/2017), sudah 800 ribu umat Islam dari berbagai daerah yang mendaftar lewat aplikasi online.
"Jumlah itu baru satu hari kemarin," kata Kapitra kepada Suara.com.

Kapitra mengatakan respon masyarakat tersebut menunjukkan bahwa demi menjaga pilkada yang adil, mereka berlomba-lomba untuk ikut mengambil peran mengawasi TPS.

"Orang berlomba untuk datang untuk mengambil peran. Ini soal Islam, untuk menjaga keseimbangan. Adil itu kan keseimbangan. Selama ini umat merasa tidak seimbang. Jadi, kita tuntut keseimbangan, keadilan, agar pilkada damai, berkualitas, transparan, untuk menjaga kedamaian Jakarta," kata Kapitra.

Menanggapi gerakan penolakan aksi 19 April, Kapitra menganggap mereka tidak setuju pelaksanaan pilkada berlangsung aman dan adil.

"Kalau tidak ada yang tidak setuju, berarti tidak suka jakarta damai, aman dalam pilkada yang akan datang," kata Kapitra.

Kapitra mengatakan gerakannya untuk mencegah penggunaan cara-cara tidak terpuji untuk memenangkan pilkada.

"Tidak boleh dengan kekuatan apapun untuk pilih salah satu pasangan calon, apakah itu intimidasi, apakah itu pakai uang, pengaruh jabatan, kekuatan fisik. Ini belajar dari pilkada putaran pertama lalu," katanya.

Kapitra menegaskan gerakannya bertujuan untuk mendukung pilkada, bukan sebaliknya.

"Kalau ada yang menolak, ini berarti orang tidak cinta damai. Tidak cinta pilkada berkualtias, yaitu yang fair, yang jujur adil dan transparan," kata dia.

Umat Islam yang nanti terlibat untuk mengawasi semua TPS di Jakarta, kata Kapitra, akan berperan sebagai wasit agar semua potensi kecurangan tidak terjadi.

"Pilihlah sesuai hati nurani, tidak boleh ada tekanan apapun. Tujuan kami untuk damai," kata dia.

Kapitra meyakini aksi tersebut tidak akan menimbulkan gesekan. Belajar dari aksi 2 Desember, yang berlangsung damai.

Kapitra menegaskan aksi ini netral dan tidak ada maksud untuk mengarahkan dukungan ke salah satu calon.

"Aksi kami untuk membuat kelancaran pilkada. Apalagi yang akan datang kan dari luar Jakarta (tidak punya hak pilih di pilkada DKI), kenapa khawatir," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI