Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan ada tiga laporan dugaan pelanggaran etika yang masuk ke MKD dengan terlapor Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto pada masa sidang ini.
Laporan dugaan pelanggaran etika ini, kata Dasco, masih berkaitan dengan kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP). Dalam perkara tersebut, nama Novanto disebut-sebut yang mengatur duit bancakan korupsi yang merugikan uang negara Rp2,3 triliun.
"Ada 3 laporan soal E-KTP untuk Novanto. Dua masuk sebelum reses, dan satu masuk kemarin (laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia)," kata Dasco di DPR, Jakarta, Jumat (17/3/2017).
Dia mengaku tidak hapal siapa saja yang melapor dan perkara etika yang dilaporkan ini. Sebab, katanya, laporan ini masih dalam proses verifikasi. Setelah verifikasi, baru diketahui apakah perkara tersebut layak ditindaklanjuti atau tidak.
Baca Juga: Jika Tahu Ketua KPK Ikut Lobi E-KTP, Fahri Diduga Punya Kaitan
"Setiap laporan akan kita terima dan verifikasi," kata dia.
Novanto sendiri sudah beberapa kali disidang dalam kasus dugaan perkara etika di MKD. Sesuai aturan, MKD akan memberlakukan hukuman komulatif untuk anggota DPR yang terbukti bersalah.
Dasco pun enggan berandai-andai ketika disinggung sanksi yang akan didapat Novanto dalam kasus E-KTP ini. Sebab, menurutnya, hal itu harus melalui proses yang ada di MKD. Untuk perkara ini, MKD masih melakukan verifikasi terhadap laporan yang masuk. "Kita harus buktikan dulu," ujar dia.
Anggota Komisi III DPR menegaskan, Novanto tidak pernah disanksi oleh MKD. Meski Novanto pernah disidang perkara etika di MKD untuk kasus kehadiran pimpinan DPR dalam kampanye Calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump, serta, perkara 'Papa Minta Saham'.
"(Papa Minta Saham) Kan yang terakhir kan kita rehabilitasi. Karena kemaren ada putusan Mahkamah Kehormatan. Yang trump itu kita cuma ingatkan kepada yang bersangkutan. Nggak ada (disanksi) ringan. Kami (MKD) mengingatkan kepada pimpinan DPR termasuk Pak Fadli yang ikut rombongan. Dan itu tidak termasuk sanksi. Kecuali kalau itu putusan ringan, tertulis," tutur Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya ini.