Suara.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho menilai Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak memahami penggunaan hak angket. Fahri menggulirkan wacana penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik.
"Pertama, soal hak angket. Saya pikir ini salah alamat kalau Fahri mendorong hak angket. Hak angket kalau kita baca dalam UU MD3 (MPR, DPD, DPR, dan DPRD) memiliki makna penyelidikan terkait pelaksanaan UU dan kebijakan pemerintah," kata Emerson di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, hari ini.
Dalam Pasal 79 UU MD3 menjelaskan: hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Jadi di situ menurut saya, Fahri tidak memahami apa itu hak angket. Karena itu untuk kebijakan pemerintah. Kalau angket ditujukan ke KPK itu salah alamat. Karena KPK bukan lembaga pemerintah," kata Emerson.
Lebih jauh Emerson curiga wacana yang digulirkan Fahri merupakan permainan politik untuk mengaburkan dugaan sejumlha anggota DPR menerima uang proyek pembuatan e-KTP.
"Jadi di situ menjadi subyek yang keliru. Ini hanya game of politic saja untuk mengaburkan nama-nama dan keterlibatan seluruh anggota DPR yang disebut di dalam dakwaan agar kemudian fokus publik beralih kepada upaya KPK membongkar kasus itu, tapi justru fokus pada perdebatan soal hak angket," katanya.
Emerson khawatir wacana seperti itu dapat mengganggu kinerja KPK dalam menangani perkara dugaan korupsi yang telah merugikan negara Rp2,3 triliun.
"Dan kami khawatir ini akan ganggu penanganan kasus. Karena hak angket itu pasti KPK dipanggil, ditanya sejauh transparan apa proses penyidikan. Dan itu kan tidak boleh diganggu oleh wilayah politik. Bahkan UU Nomor 14 Tahun 2008 saja sebutkan proses penyelidikan, penyidikan itu informasi tertutup. Nggak bisa Informasi itu dibuka dalam hak angket. Ini hanya soal permainan politik untuk mengaburkan kasus e-KTP sehingga publik digiring untuk berdebat isu yang tidak substansial," kata Emerson.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mendukung KPK segera menuntaskan kasus tersebut.
Mahfud sama sekali tidak mengkhawatirkan konsistensi KPK. Justru yang paling dikhawatirkan Mahfud, KPK mendapatkan serangan politik karena telah menyinggung banyak tokoh berpengaruh dalam kasus tersebut.
"Saya tak khawatir @KPK_RI masuk angin semisal angin kolusi atau suap. Saya hanya khawatir diserimpung atau masuk angin politik. Ranjaunya kuat," tulis Mahfud.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/3/2017), terdapat sederet nama tokoh yang diduga ikut kecipratan uang proyek. Tapi sebagian besar langsung membantahnya. Misalnya Ketua DPR Setya Novanto dan bekas Ketua DPR Marzuki Alie yang menegaskan sama sekali tidak menerima duit fee proyek e-KTP.