Dilaporkan ke MKD Terkait Korupsi e-KTP, Setnov: Saya Belum Tahu

Kamis, 16 Maret 2017 | 21:43 WIB
Dilaporkan ke MKD Terkait Korupsi e-KTP, Setnov: Saya Belum Tahu
Ketua DPR RI Setya Novanto memenuhi panggilan KPK, di Jakarta, Selasa (9/1). {suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua DPR, ‎Setya Novanto menyerahkan seluruh proses hukum kepada jalannya persidangan kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) dengan terdakwa mantan pejabat Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan Irman.

Hal itu dikatakan Novanto menanggapi laporan dari lembaga swadaya masyarakat Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang menyebut dirinya membohongi publik karena tidak mengenal nama Andi Narogong dan Diah Anggraeni.

Padahal, dalam dakwaan Sugiharto dan Irman, nama Setya Novanto disebut-sebut melakukan pertemuan untuk membahas bancakan duit korupsi e-KTP bersama Andi dan Diah.

"Nanti di pengadilan dong. (Kalau soal laporan) Sampai sekarang saya belum tahu yang dilaporkan apa," kata Setnov di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Baca Juga: Gabung ke Persib, Essien Minta Disediakan Fasilitas Ini

Sementara itu, Wakil Ketua MKD, Syarifuddin Sudding ‎mengatakan, MKD belum menemukan adanya persoalan dugaan pelanggaran etik dalam kasus yang ‎dilaporkan ‎koordinator MAKI, Boyamin Saiman, hari ini, dengan terlapor Setnov.

Setnov dianggap Boyamin melakukan pembohongan publik karena mengaku tidak kenal dan tidak pernah melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Diah Anggraeni dalam kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)

‎"Saya kira ini, belum ada persoalan masalah pelanggaran, belum ada persoalan dugaan pelanggaran etik, karena ini massuk dalam ranah hukum. Lagi pula posisi beliau hanya sebatas saksi yang belum tentu‎ yang bersangkutan terlibat dalam kasus yang sementara berproses," kata Sudding saat dihubungi Suara.com, Kamis (16/3/2017).

"Jadi MKD tidak menindaklanjuti kasus ini karena masih dalam proses hukum," tambahnya.

Politikus Partai Hanura ini menambahkan, sebelum menindaklanjuti laporan pelanggaran etika ini, MKD perlu menunggu hasil dari proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan.

Baca Juga: Bos Suzuki: Vinales Bakal Saingi Marquez Selama 10 Tahun ke Depan

Dalam kasus ini, terdakwa yang sedang dipersidangkan adalah mantan pejabat Dukcapil Kemendagri Sugiharto dan Irman. Dalam dakwaannya disebutkan Setnov bertemu dengan Diah dan Andi.‎

"Jadi kita percayakan ke penegak hukum. Karena dalam hukum acara kita, mana kala ada kasus sudah masuk ranah hukum, maka kita menunggu putusan (hukum)," jelas Syarifuddin.

Menurutnya, apa yang dituduhkan MAKI dalam laporan dugaan pelanggaran etika Setnov perlu dibuktikan di persidangan kasus hukum perkara korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Meskipun, MAKI mengklaim memiliki barang bukti foto yang merekam gambar pertemuan Setnov dengan Andi dan Diah.‎

"(Laporan MAKI) Ya itu butuh pembuktian. Nanti kita liat prosesnya yang sedang brproses di pengadilan. Ini kan dalam proses pengadilan. Kita lihatlah proses di pengadilan. Iya kita tunggu proses di pengadilan," kata dia.

Untuk diketahui, ‎koordinator MAKI, Boyamin Saiman, telah melaporkan Setnov atas dugaan pelanggaran etika ke MKD DPR, hari ini.

Setnov dianggap Boyamin melakukan pembohongan publik karena mengaku tidak kenal dan tidak pernah melakukan pertemuan dengan Andi dan Diah.

Padahal, Boyamin yakin pertemuan itu ada dan membahas bancakan untuk proyek e-KTP. Pertemuan itu diketahui dari dakwaan Sugiharto dan Irman, yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/3/2017).

"Minggu lalu saat doorstop dengan teman-teman media di sini (DPR), beliau (Setnov) mengatakan tidak terlibat dalam kasus e-KTP. Tapi dalam pernyataan itu ada dua hal yang saya cermati yakni mengaku tidak melakukan pertemuan-pertemuan khusus berkaitan dengan e-KTP. Kedua, mengaku tidak mengenal Irman dan Sugiharto," kata Boyamin usai melapor ke MKD.

Boyamin memastikan itu bohong karena dia punya bukti adanya pertemuan antar mereka. Pertemuan itu ada diantara waktu akhir 2010 hingga awal 2011 di Hotel Grand Mulia. Boyamin menceritakan, di suatu pagi, Setnov bertemu dengan Andi, Irman, Sugiharto dan Diah.

"Dan saya yakin di Hotel Grand Mulia ada catatannya. Saya yakin KPK juga tahu, saya aja tahu," kata dia.

Kemudian, Boyamin juga mengakui memiliki dokumen adanya pertemuan di ruang Fraksi Golkar antara Setnov, Irman, Sugiharto, Diah dan Andi.

"Jadi, otomatis (Novanto) mengenal Irman dan Sugiharto karena pertemuan-pertemuan itu. Nah mengkritisi itu bahwa Setya Novanto dalam hal ini melakukan dugaan pelanggaran etik karena melakukan perbuatan tidak terpuji atau bohong," kata dia.

Dia mengatakan memiliki foto pertemuan Setnov dengan orang-orang yang disebutkan. Hanay saja, foto tersebut tidak dia bawa kali ini, namun dia siap menunjukkannya bila diminta untuk dijadikan barang bukti.

"Nanti lah kalau saya sudah dipanggil saya akan serahkan foto ada pertemuan (itu)," kata dia.

"Ini kegiatannya resmi, kan katanya (Setnov mengaku) nggak kenal, tapi kan ada pertemuan-pertemuan. Itu kegiatan resmi pemerintahan dari Kemendagri," tambah Boyamin.

Boyamin melanjutkan, Setnov dilaporkan dengan ‎sangkaan Pasal 3 ayat 1 Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015, yang berbunyi "Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat".‎

"Seorang pimpinan kan ga boleh berbohong dan mencla-mencle. Jadi dasar itu saya melaporkan dugaan pelanggaran kode etik ke MKD," kata dia.

Atas laporan ini, Boyamin berharap Setnov bisa diberikan sanski yang berat. Katanya, Setnov layak diganjar sanksi pencopotan dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

"Pastilah (dicopot). Karena tidak layak, karena sudah jadi pasien MKD berapa kali. Kalau kartu kuning, ini sudah kartu kuning ke berapa. Sebelumnya (sanksi) sedang. Tapi kalau sedang sudah beberapa kali kan jadi (sanksi) berat," kata Boyamin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI