Djarot: Kampanye Tak Harus Blusukan

Pebriansyah Ariefana | Ummi Hadyah Saleh
Djarot: Kampanye Tak Harus Blusukan
Djarot Saiful Hidayat [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]

"Kalau Pak Ahok misalnya blusukan apa juga ngomong sampeyan?" kata Djarot.

Suara.com - Di masa kampanye Pilkada putaran kedua, Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok jarang terlihat melakukan blusukan seperti calon wakil gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat.

Ahok pun terlihat melakukan kampanye yang luput dari pantauan media massa pada 9 Maret 2017 di salah satu Pondok Pesantren di Jakarta Timur dan menemani Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bertemu dengan warga pada 15 Maret 2017.

Sementara Djarot setiap hari melakukan blusukan dan bertemu dengan warga.

Menanggapi hal tersebut, Djarot menilai bahwa terjadi kesalahpahaman di masyarakat  bahwa kampanye selalu identik dengan blusukan.

Baca Juga: Djarot PDIP Singgung Jokowi yang Blak-blakan Dukung RK-Suswono: Gusti Allah Mboten Sare

"Begini ya ini salah kaprah, karena hanya secara sempit mengartikan kampanye itu identik dengan blusukan, Kalau nggak blusukan berarti nggak kampanye, ini kan keliru. Iya nggak. Kampanye itu macam-macam, ini pun kalau Anda anggap bentuk kampanye ya monggo kita nggak apa-apa kok. Karena saya nggak pernah di sini," ujar Djarot di Pulo Gadung, Jakarta Timur, Kamis (16/3/2017).

Djarot menuturkan pada Pilkada putaran pertama Ahok kesulitan bertatap muka dengan warga.

"Kalau Pak Ahok misalnya blusukan apa juga ngomong sampeyan, kan belum tentu. Karena Dulu ketika blusukan nggak begitu Pak Ahok Justru malah nggak bisa jalan di keremuni orang,  salaman, ajak foto salaman nggak bisa bergerak," kata Djarot.

Maka dari itu, mantan Wali Kota Blitar menyarankan kepada Ahok untuk tidak mempublikasikan agenda, agar lebih mudah bertemu dengan warga.

"Usulan aku, gini saya bilang, pak kalau kampanye nggak usah ngomong-ngomong turun aja ke bawah, turun aja ke bawah, kampanye gitu ya," tuturnya.

Baca Juga: Peringatan! PDIP Akan Pecat Anggota DPRD Berpihak ke Bobby Nasution di Pilgub Sumut 2024

Ia juga menegaskan, bahwa kampanye tidak sama dengan blusukan.

"Jadi sekali lagi ya saudara-saudara kampanye itu tidak identik dan tidak sama dengan blusukan, itu kuncinya. Karena sudah ini, artinya seluruh daerah sudah seperti itu, nggak blusukan ya nggak kampanye," tandasnya.

Menurut Djarot, kampanye yang paling baik adalah kampanye yang diucapkan oleh masyarakat, bukan ucapan yang berasal dari seorang. Hanya masyarakat yang bisa menilai kinerja seseorang dan telah merasakan manfaatnya.

"Kampanye yang paling baik adalah apabila yang ngomong itu orang lain. Bukan diri sendiri. Karena orang lain itulah yang bisa menilai dan merasakan apa yang sudah kita kerjakan, karena warga itulah yang bisa menikmati hasil apa yang sudah kita kerjakan," ujar Djarot.

Djarot pun menuturkan Pilkada DKI Jakarta merupakan pesta demokrasi dalam memilih pemimpin pemerintahan bukan memilih pemimpin agama. Ia juga heran, hanya DKI Jakarta yang masih mempersoalkan agama dalam memilih kepala daerah.

“Kita ini memilih pemimpin pemerintahan ya, bukan pemimpin agama. Kalau milih pemimpin hanya berdasarkan agama kok hanya di Jakarta saja ya. Yang lain kok nggak dipersoalkan ya. Kan lucu ya.

Djarot pun menceritakan pengalamannya di Pilkada DKI Jakarta,  bahwa dirinya kerap mendapat penolakan karena dianggap tidak beriman.

"Saya kadang-kadang  elus dada, waduh sama-sama (Islam), istigfar kok begitu. Disorakin massa, ada menolak menshalatkan orang, karena dukung paslontertentu. Kok bisa gitu ya. Kalau mau masuk surga pilih lah ini. Kok bisa,  surga ditentukan manusia. Ini salah kaprah. Wayang diharam-haramkan, nggak sesuai dengan syariat umat Islam," kata dia.

Tak hanya itu, Djarot meminta masyarakat untuk  membedakan antara  urusan agama dengam urusan pemerintahan di Pilkada DKI Jakarta . Menurutnya jika keduanya dikaitkan, menjadi masalah yang rumit.

"Tolong lah kita itu bedakan mana yang urusan agama mana yang urusan pemerintahan Pilkada. Jangan dicampur aduk. Ruwet kabeh. Saya diteriakin kafir, ya saya ketawa saja, nggak papa. Dibilang najis. Bilang saja. Saya minta sabar kemudian istighfar, doakan jangan sakit hati, jangan dendam. Kita tuh takut sama Allah," ucap Djarot.

Lebih lanjut, mantan Wali Kota Blitar itu meminta masyarakat mendoakan pasangan Ahok-Djarot, untuk menang di Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.

"Saya minta doa restu supaya Pilkada putaran kedua bisa menang lagi. Karena putaran pertama menang, Tapi kurang akeh menangnya. Putaran kedua ini harus menang banyak.Caranya seperti apa, terserah sampeyan," paparnya.